Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ada Anggota yang Terpapar Virus, Perbincangan di Grup WA Mendadak Senyap

25 April 2020   08:09 Diperbarui: 25 April 2020   21:07 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkait pandemi Covid-19, selain di Jabodetabek sebagai tempat saya berdomisili, saya juga rajin memantau kondisi di Sumbar dan Riau, tempat mayoritas saudara, famili, dan teman-teman saya bertempat tinggal.

Ketika Kota Pekanbaru dan Provinsi Sumbar menerapakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), saya semakin sering saja mencari informasi, bagaimana perkembangan jumlah kasus warga yang terpapar Covid-19 di kedua daerah itu.

Selagi keluarga atau sahabat kita tidak ikut sebagai orang yang terpapar, atau diduga terpapar, mungkin kita tidak begitu cemas. Berbeda halnya bila kita mendapat informasi orang yang kita kenal dekat, tiba-tiba dirawat sebagai pasien dalam pengawasan.

Dalam tulisan ini saya kisahkan apa yang terjadi pada dua grup WhatsApp (WA) yang saya ikuti. Pertama, grup yang terdiri dari 10 orang teman sekolah saya yang sebetulnya belum lama bertemu langsung dalam acara reuni di obyek wisata Lembah Harau, Payakumbuh, Sumbar, awal Maret lalu.

Kami bersepuluh sebagian wanita dan sebagian pria, dulunya anggap saja satu geng waktu sekolah. Setelah reuni, kami sepakat membentuk grup WA baru, karena kurang nyaman bersahut-sahutan di grup WA alumni yang beranggotakan sekitar 170 orang.

Maka hebohlah lalu lintas percakapan di grup nostalgia itu, tentu saja sebagian besar berupa hal-hal yang lucu, pokoknya kami merasa happy. Mendadak sontak sejak Senin sore (20/4/2020), tidak ada lagi yang saling memberikan komen, suasana jadi senyap.

Ini bukan hal yang biasa, karena pada hari-hari sebelumnya, sampai malampun masih berhaha-hihi. Lalu, seorang teman mengontak saya secara japri menceritakan kalau ia dapat berita dari seseorang yang menginformasikan bahwa Wati, salah seorang anggota "geng" itu tadi, lagi dirawat di rumah sakit.

Awalnya suami Wati yang seorang pejabat di Pemkot B yang menderita gejala mirip orang terpapar Covid-19. Pihak rumah sakit meminta si suami, sekaligus juga si istri, untuk diperiksa dan kemudian diisolasi di rumah sakit. 

Makanya barangkali sebagai solidaritas, perbincangan di grup WA yang saya maksudkan di atas, mendadak hilang. Jadi tidak enak kalau masih ada yang mengirim cerita lucu atau video musik nostalgia, padahal ada salah seorang teman yang lagi dirawat.

Masalahnya, bagaimana perkembangan Wati dan suaminya, kami juga tidak dapat kabar terbaru. Ada semacam perasaan sungkan buat menelpon langsung atau mengirim pesan secara japri. Takut mengganggu, mungkin ia butuh istirahat.

Saya sendiri akhirnya memutuskan mengirim pesan, tapi bukan bertanya kondisinya bagaimana, hanya kalimat pendek berisi doa bagi kesembuhannya bersama sang suami. Dua jam kemudian pesan saya dibalas Wati dengan menyampaikan terima kasih.

Kemudian beberapa anggota saling japri, bertanya apakah sudah ada yang menghubungi langsung ke Wati serta bagaimana kondisi terakhirnya. Ternyata pada sungkan untuk mengontak.

Sampai Rabu siang (22/4/20200) grup WA sudah dua hari senyap. Saya akhirnya berinisiatif mengirimkan ucapan salam  ke semua teman-teman, sekalian mendoakan agar semua anggota grup diberikan kesehatan. 

Alhamdulillah, semua anggota menjawab salam dan juga mengaminkan doa saya. Termasuk Wati ikut berkomentar aamiin ya rabbal alamin. Tapi setelah itu sepi lagi sampai saya selesai menulis artikel ini.

Ya bagaimana lagi, kami semua tampaknya kehilangan gairah untuk saling melempar canda atau menikmati video lagu nostalgia. Ada satu teman yang lagi berjuang di rumah sakit harus ditenggang perasaannya.

Berikutnya masih cerita dari grup WA. Kali ini grup keluarga saya sendiri. Saya awalnya tidak menyadari bila terjadi kondisi yang mencekam, ketika hampir jam 11 malam, Senin (20/4/2020), masuk telpon dari adik saya. Saya kurang konsentrasi karena sedang serius memelototi berbagai tulisan di Kompasiana.

Tapi begitu adik saya agak terbata-bata memulai pembicaraan, akhirnya saya fokus pada pembicaa per telpon itu. Terungkap bahwa salah seorang anak Uni (kakak perempuan dalam bahasa Minang) yang baru saja keluar dari rumah sakit setelah diisolasi, diminta dirawat lagi karena hasil pemeriksaan keduanya, memperlihatkan hasil postif.

Intinya si adik meminta saya menghubungi Uni yang lagi di kota P di rumah anaknya yang lain, untuk tidak berangkat ke kota D di mana anaknya yang sakit tengah dirawat lagi.

Saat itu juga saya langsung menelpon Uni dan mendapat kabar bahwa ia ingin segera berangkat ke D. Lalu dengan segala argumentasi, saya berhasil meyakinkan Uni untuk tidak bepergian karena ada aturan PSBB. 

Saya meminta agar Uni tidak perlu banyak pikiran, harus cukup tidur dan makan, agar ia sendiri yang sudah berumur di atas 60 tahun tidak drop daya tahan tubuhnya. Soal anak yang sakit, karena sudah dirawat, insya Allah akan sembuh, kata saya.

Kakak sulung saya saja tidak berani menelpon langsung ke adiknya yang saya panggil Uni itu, takut menangis katanya. Justru kakak hanya mengirim WA secara japri berisi berbagai nasehat untuk istigfar, yang hanya dijawab pendek saja oleh Uni.

Kemudian kembali ke percakapan di grup WA yang beranggotakan famili saya itu, saya tidak heran kenapa sejak Senin malam (20/4/2020), tiba-tiba terasa senyap, tanpa ada seorang yang memposting  sesuatu. Tentu alasannya sama dengan grup WA teman sekolah tadi, adalah untuk menenggang perasaan anggota yang lagi  ditimpa musibah.

Syukurlah dua hari kemdian, Rabu (22/4/2020) mulai ada lagi yang komen di grup, setelah ada yang memulai ucapan permohonan maaf sehubungan memasuki bulan suci Ramadan. Bahkan Uni ikut mengirim berita tentang dahsyatnya kekuatan bila rutin membaca Al Quran setiap subuh.

Alhamdulillah, tanpa diminta Uni bercerita di grup bahwa kondisi anaknya semakin membaik dan berharap doa dari semua anggota grup untuk kesembuhannya. Tentu saja saya segera menuliskan doa dimaksud dan sekaligus mengaminkan doa dari yang lain.

Begitulah, ternyata keriuhan obrolan di grup WA punya normanya sendiri. Boleh-boleh saja bikin heboh, tapi jangan ketika ada teman yang lagi dilanda perasaan gundah.  Tapi senyap sama sekali juga menurut saya kurang tepat. Tak perlu yang lucu-lucu, sekadar mengirim doa, rasanya perlu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun