Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kuliah dari Rumah dan Derita Dosen Gaptek

19 Maret 2020   00:07 Diperbarui: 19 Maret 2020   00:11 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya orang kantoran yang punya pekerjaan sampingan. Seminggu sekali saya menjadi dosen tidak tetap di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) yang berada di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Selama ini saya menjalani pekerjaan sampingan yang menjadi salah satu passion saya itu dengan lancar.  Saya tertarik mengajar bukan karena faktor honor, karena honornya memang relatif kecil. Tapi karena keinginan untuk terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ekonomi, menjadi motivasi utama saya. 

Bukankah sewaktu menyiapkan materi perkuliahan, saya terpaksa harus belajar lagi? Apa yang harus saya sampaikan di depan kelas, sudah berkembang dan berbeda jauh ketimbang yang dulu saya dapatkan saat kuliah puluhan tahun lalu. Ditambah dengan pengalaman saya di kantor, maka saya berusaha menyampaikan materi kuliah yang dibumbui dengan kisah-kisah dari dunia nyata. 

Lagi pula berhadapan dengan para mahasiswa yang boleh dikatakan masih remaja karena berumur dari 18 hingga 22 tahun, membuat saya tetap merasa muda. Paling tidak jadi tahu gaya anak muda sekarang ini.

Namun sebagai orang dari generasi jadul yang saat memulai karir di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih memakai mesin tik manual, saya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menyiapkan materi kuliah yang disusun memakai aplikasi power point.

Tapi untuk materi perkuliahan pada Rabu ini (18/3/2020) benar-benar membuat saya bingung. Mulai dari Senin sebelumnya (16/3/2020), di kampus tempat saya mengajar diterapkan kebijakan kuliah jarak jauh atau kuliah dari rumah masing-masing mahasiswa.

Tentu sudah sama-sama kita ketahui, kenapa kebijakan kuliah dari rumah tersebut diterapkan. Ya, semua itu untuk membatasi pergerakan orang dalam rangka mengendalikan penyebaran virus corona, yang menghantui semua orang di seluruh dunia sekarang ini.

Nah, untuk itu para pengajar harus meng-upload materi perkuliahan dalam aplikasi e-campus. Agar mahasiswa termonitor apakah mereka belajar atau tidak, harus diberikan pula tugas yang berkaitan dengan materi yang diterimanya.

Jawaban atas tugas tersebut harus ditulis dan diunggah mahasiswa di aplikasi tersebut. Demikian pula mekanisme pemeriksaan jawaban serta pemberian nilai oleh dosen, juga dilakukan di aplikasi dimaksud.

Dari awal saya sudah pesimis, ini akan menyita waktu saya jauh lebih lama ketimbang mengajar secara langsung di kelas. Membaca petunjuk cara mengunggah bahan perkuliahan saja, yang telah dikirimkan pihak akademik kampus, sudah sulit saya pahami.

Berkali-kali saya mengutak atik berbagai fitur yang tersedia di aplikasi e-campus, sambil mengontak petugas bagian IT di kampus, baru tiga jam kemudian, masalah materi kuliah telah terpasang dan siap untuk dipelajari mahasiswa.

Ketika menulis artikel ini, saya tengah menunggu jawaban semua mahasiswa atas tugas yang sudah saya sampaikan di aplikasi. Mudah-mudahan saja tidak ada masalah teknis yang memperlambat saya dalam memeriksa jawaban mahasiswa nantinya.

Ketakutan salah pencet, tampilan di layar yang tiba-tiba berubah, dan hal ecek-ecek lain yang menyebalkan, membuat orang gaptek macam saya sering tidak nyaman dengan segala yang berbau "e-" seperti e-learning, e-banking, e-commerce, dan sebagainya.

Saya tidak tahu pengalaman mereka yang lebih tua ketimbang saya, karena di tempat saya mengajar banyak juga dosen yang berusia di atas 60 tahun Bahkan ada beberapa orang yang sudah di atas 70 tahun.

Mungkin bukan soal usia. Yang jelas sekarang ini bagi siapapun juga, termasuk yang berkarir sebagai guru, dosen, penceramah agama, dan sebagainya, mutlak untuk menambah kompetensinya.

Kompetensi di sini bukan semata-mata di disiplin ilmu yang ditekuninya, namun juga kompetensi di bidang teknologi, paling tidak sebagai pengguna. Tak ada lagi tempat bagi mereka yang gaptek atau gagap teknologi.

Jadi mau tak mau saya harus lebih sering berlatih, membiasakan diri dalam menggunakan berbagai aplikasi, jika tidak ingin tergilas oleh kemajuan teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun