Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Virus Corona dan Kecemasan Saat Salat Berjamaah

3 Maret 2020   17:38 Diperbarui: 3 Maret 2020   17:41 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. tribunnews.com

Setelah dipastikan ada dua orang warga Depok, Jawa Barat, yang positif terpapar virus corona, kewaspadaan masyarakat jelas langsung meningkat. Salah satu bentuk kewaspadaan itu adalah lebih berhati-hati bila berada di tempat yang ramai, seperti di atas kendaraan umum, di pasar, di kantor, di sekolah, di tempat ibadah, dan sebagainya.

Bagi umat Islam, khususnya yang laki-laki, ada kewajiban untuk melaksanakan salat berjamaah lima kali dalam sehari di masjid atau musala. Dan yang paling ramai jamaahnya adalah saat pelaksanaan salat Jumat. 

Tentu saja bila ada jamaah yang diduga terkena virus corona, kehadirannya di masjid jadi membahayakan. Soalnya ada potensi untuk menularkannya pada jamaah lain.

Mengingat hal tersebut, rasanya beralasan bila pemerintah Iran, salah satu negara di luar China yang tercatat banyak warganya yang  menderita virus menakutkan itu, memutuskan untuk mebatalkan ibadah Salat Jumat, pada Jumat 28 Februari 2020 lalu. Pertandingan olahraga dan acara konser musik juga dihentikan, sebagaimana diberitakan channelnewsasia.com.

Demikian pula di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, tentu dengan dilarangnya jamaah umroh yang datang dari sejumlah negara, kepadatan jamaah yang melakukan tawaf (menegelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali), akan jauh berkurang.

Gak usah jauh-jauh ke Iran atau Arab Saudi, soal beribadah yang membuat jamaahnya parno, saya alami sendiri saat salat magrib berjamaah di masjid dekat rumah saya di kawasan Tebet Jakarta Selatan, Senin (2/3/2020).

Mungkin karena saya masih shock sehabis sepanjang sore mengikuti berita televisi yang lagi hangat-hangatnya mengupas tentang kepastian dua warga Depok terpapar virus corona tersebut di atas, sehingga salat saya tidak khusuk.

Masalahnya, saya yang masuk masjid ketika salat baru saja dimulai, tak bisa memilih posisi, harus menyambung barisan belakang yang belum penuh. Ternyata jamaah yang berdiri di sebelah kiri saya sering batuk. 

Mendengar batuknya yang sepertinya berdahak, tampaknya ia menderita batuk pilek. Namun imajinasi saya cenderung liar, jangan-jangan ia terkena virus corona.

Setiap batuk, tangan si jamaah mengusap wajahnya, mungkin bermaksud menutup mulutnya. Memang saya tidak melihat ke arah sebelah, tapi karena saya tidak khusuk itu tadi, dari samping pun bisa saya "awasi".

Nah, keparnoan saya semakin menjadi-jadi begitu salat usai. Sebetulnya hal yang biasa saja, jamaah yang duduknya berdekatan saling bersalaman. Tadinya saya berharap jamaah yang saya "awasi" tadi tidak menyorongkan tangan untuk bersalaman.

Eh, ternyata ia melakukan hal yang saya takutkan. Saya tidak bisa menolak jabat tangannya, karena itu pasti dinilai tidak sopan. Hanya saja setelah itu saya mempercepat membaca doa, kemudian melaksanakan salat sunat dua rakaat, dan langsung pulang ke rumah.

Hal pertama yang saya lakukan sesampainya di rumah adah mencuci tangan dengan sabun antibakteri. Sambil mencuci tangan, saya masih mengingat jamaah yang tadi bersalaman dengan saya. Dugaan saya ia bukan jamaah tetap karena belum pernah melihat wajahnya sebelumnya.

Kebetulan di masjid tempat saya sering salat berjamaah, banyak disinggahi para penarik ojek motor online, atau mereka yang sedang melintasi kawasan di sekitar masjid. Jelas sulit menebak dari mana para jamaah tersebut berasal.

Dalam hati saya memohon maaf karena menyadari terlalu berlebihan mencurigai jamaah di sebelah saya. Tapi mudah-mudahan ia tidak tahu kalau saya mencurigainya. 

Tapi harap diingat, saat itu adalah hari pertama ditemukannya virus corona yang menimpa warga Indonesia yang tinggal di dalam negeri. Sebelumnya ada beberapa WNI yang terdeteksi terkena virus, tapi mereka tinggal di luar negeri atau di kapal pesiar.

Setelah saya pikir-pikir, berkemungkinan besar jamaah yang salat di sebelah saya hanya lagi batuk pilek biasa. Kalau batuk pilek berat, tentu ia akan beristirahat di rumahnya.

Saya sendiri juga pernah menderita pilek dan tetap salat berjamaah. Namun saya tidak berani menyorongkan tangan buat bersalaman bila lagi pilek. 

Dengan merebaknya isu seputar virus corona, diharapkan mereka yang sedang menderita batuk pilek, kalau terpaksa harus beraktivitas di luar rumah, termasuk salat berjamaah di masjid, sebaiknya menggunakan masker.

Sesuai penjelasan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang sering diberitakan di media massa, yang membutuhkan masker adalah orang sakit agar tidak menulari yang lain, bukan orang sehat. 

Jadi masyarakat tidak perlu panik dengan memborong masker sehingga stoknya di pasar sangat terbatas dan harganya naik gila-gilaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun