Eh, ternyata ia melakukan hal yang saya takutkan. Saya tidak bisa menolak jabat tangannya, karena itu pasti dinilai tidak sopan. Hanya saja setelah itu saya mempercepat membaca doa, kemudian melaksanakan salat sunat dua rakaat, dan langsung pulang ke rumah.
Hal pertama yang saya lakukan sesampainya di rumah adah mencuci tangan dengan sabun antibakteri. Sambil mencuci tangan, saya masih mengingat jamaah yang tadi bersalaman dengan saya. Dugaan saya ia bukan jamaah tetap karena belum pernah melihat wajahnya sebelumnya.
Kebetulan di masjid tempat saya sering salat berjamaah, banyak disinggahi para penarik ojek motor online, atau mereka yang sedang melintasi kawasan di sekitar masjid. Jelas sulit menebak dari mana para jamaah tersebut berasal.
Dalam hati saya memohon maaf karena menyadari terlalu berlebihan mencurigai jamaah di sebelah saya. Tapi mudah-mudahan ia tidak tahu kalau saya mencurigainya.Â
Tapi harap diingat, saat itu adalah hari pertama ditemukannya virus corona yang menimpa warga Indonesia yang tinggal di dalam negeri. Sebelumnya ada beberapa WNI yang terdeteksi terkena virus, tapi mereka tinggal di luar negeri atau di kapal pesiar.
Setelah saya pikir-pikir, berkemungkinan besar jamaah yang salat di sebelah saya hanya lagi batuk pilek biasa. Kalau batuk pilek berat, tentu ia akan beristirahat di rumahnya.
Saya sendiri juga pernah menderita pilek dan tetap salat berjamaah. Namun saya tidak berani menyorongkan tangan buat bersalaman bila lagi pilek.Â
Dengan merebaknya isu seputar virus corona, diharapkan mereka yang sedang menderita batuk pilek, kalau terpaksa harus beraktivitas di luar rumah, termasuk salat berjamaah di masjid, sebaiknya menggunakan masker.
Sesuai penjelasan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang sering diberitakan di media massa, yang membutuhkan masker adalah orang sakit agar tidak menulari yang lain, bukan orang sehat.Â
Jadi masyarakat tidak perlu panik dengan memborong masker sehingga stoknya di pasar sangat terbatas dan harganya naik gila-gilaan.