Berita mengejutkan datang dari negara jiran Malaysia. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, yang usianya sudah mendekati 95 tahun, menyatakan mundur dari kursi yang belum genap dua tahun didudukinya.Â
Kepala pemerintahan tertua di dunia itu, seperti dikutip dari cnbcindonesia.com (24/2/2020) telah menyampaikan surat resmi tentang pengunduran dirinya kepada Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, Senin (24/2/2020) jam 13.00 waktu setempat.
Pengunduran diri Mahathir tidak terlepas dari terjadinya perpecahan di Koalisi Pakatan Rakyat, yang merupakan gabungan beberapa partai yang berhasil memenangkan pemilu dua tahun lalu dengan menumbangkan Koalisi Barisan Nasional di bawah pimpinan PM ketika itu, Najib Razak.
Dua tokoh utama di Koalisi Pakatan Rakyat adalah Ketua Partai Pribumi Bersatu Malaysia, Mahathir Mohamad, dan Ketua Partai Keadilan Rakyat, Anwar Ibrahim.
Ada keraguan dari pendukung Anwar bahwa Mahathir tidak sepenuh hati untuk menyerahkan kursi PM ke Anwar setelah dua tahun berkuasa, seperti yang dijanjikan Mahathir saat awal terpilih kembali menjadi PM. Â
Seperti diketahui Mahathir adalah PM terlama dalam sejarah Malaysia yang memerintah dari 1981 hingga 2003. Makanya Mahathir memang tidak lagi bernafsu untuk berlama-lama berkuasa, selain karena faktor usia.
Jika waktu dua tahun itu ditepati, artinya pada Mei tahun ini, Anwar Ibrahim, politisi senior Malaysia yang akrab dengan banyak politisi Indonesia ini, akan mewujudkan hasratnya, menjadi PM. Â
Liku-liku kehidupan yang dilalui Anwar sungguh berat karena cukup lama terkena hukuman penjara. Anwar dituduh terlibat kasus yang berkaitan dengan kejahatan seksual, namun di mata pendukungnya dianggap sebagai rekayasa, sebagai cara agar Anwar tersingkir. Â
Padahal Anwar sudah menjadi Wakil PM pada 1993 hingga 1998. Menarik mencermati hubungan putus-nyambung Mahathir-Anwar. Mahathir adalah mentor politik Anwar, tapi juga Mahathir yang menyingkirkan ketika kursi PM tinggal selangkah lagi.
Lalu 20 tahun setelah itu, mereka bersatu. Namun lagi-lagi Mahathir terkesan tidak menghendaki Anwar sebagai penerusnya. Sebelum pengunduran dirinya, Mahathir telah menyatakan akan mundur pada November tahun ini setelah pertemuan puncak APEC yang rencananya akan digelar di Malaysia November ini.
Makanya pengunduran diri lebih cepat ini cukup mengejutkan bagi publik Malaysia. Lagi pula sebelum itu tersiar berita bahwa Partai Keadilan Rakyat merasa dikhianati. Konon partainya Mahathir tengah menjajaki koalisi baru, antara lain justru dengan partai UMNO, motor dari koalisi Barisan Nasional.
Belum jelas apakah masih memungkinkan bagi Anwar untuk menduduki PM Malaysia. Tapi kabar gembira bagi Anwar, istrinya Wan Azizah Wan Ismail, yang sekarang adalah Wakil PM akan segera dilantik menjadi PM interim atau yang di Indonesia disebut dengan Plt (pelaksana tugas).
Namun juga belum didapat informasi, apakah bisa Wan Azizah dikukuhkan sepenuhnya sebagai PM seperti halnya di Indonesia ketika Megawati sebagai Wapres menggantikan Abdurrahman Wahid yang dimakzulkan oleh parlemen melalui Sidang Istimewa MPR pada 2001.
Jika Wan Azizah menjadi PM tentu jadi sejarah baru, sebagai PM wanita pertama di negara tetangga kita itu. Tapi kalau segera dilakukan pemilu yang dipercepat, melihat peta koalisi yang berubah, bisa menyulitkan bagi Wan Azizah atau pun suaminya Anwar Ibrahim.
Kegaduhan politik di Malaysia sekali lagi membuktikan, seperti juga terjadi di negara kita, tak ada teman abadi dalam politik.Â
Pertemanan PKS dengan Gerindra yang dulu begitu padu, harus berakhir setelah Prabowo bergabung di kabinet, adalah contoh yang terjadi di tanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H