Keempat, jargon sebuah maskapai penerbangan yang menyatakan sekarang semua orang bisa terbang, sudah terbukti tidak sekadar iklan. Awalnya hal ini didukung oleh harga tiket yang murah.
Setelah harga tiket pesawat naik, banyak yang protes. Namun kenyataannya bandara di berbagai kota di Indonesia tetap ramai dengan orang yang baru mendarat atau yang hendak terbang.
Bandara di kota-kota provinsi pun sudah direnovasi, lebih luas, lebih nyaman dan arsitekturnya bergaya kekinian. Sungguh tidak lagi terlihat seperti di negara dengan penduduk miskin yang masih banyak.
Kelima, mengunjungi destinasi wisata di dalam negeri dan bahkan ke luar negeri, termasuk untuk menjalankan ibadah umroh, sekarang seperti sudah jadi agenda rutin tahunan bagi banyak orang.Â
Kalau saja mereka hanya punya uang sekadar untuk makan sehari-hari, tentu tak mungkin mengunjungi destinasi wisata atau pergi ke tanah suci. Lihat saja begitu pemerintah Arab Saudi menghentikan menerima jamaah umroh dari luar negaranya, yang paling terdampak adalah jamaah Indonesia.
Keenam, dari sisi kreativitas berusaha, banyak anak muda yang menciptakan produk UMKM yang  mampu bersaing karena dikemas secara menarik. Banyak pula yang sukses berbisnis secara online.
Jadi tidak semuanya kelas menengah kita berperilaku konsumtif. Sebagian di antaranya berpikir dan bertindak produktif. Produk makanan lokal yang diwaralabakan sudah cukup banyak dan bersanding dengan makanan asal luar negeri.
Ketujuh, mayoritas lulusan sekolah menengah memilih melanjutkan studi di perguruan tinggi. Artinya banyak orang tua yang mampu menguliahkan anaknya. Padahal biayanya tidak murah, di perguruan tinggi negeri sekalipun. Apalagi di perguruan tinggi swasta.
Kedelapan, hampir semua orang punya telepon seluler, punya rekening bank, punya kartu debit atau kartu kredit. Bahkan tidak sedikit yang punya beberapa buah telepon dan kartu bank. Jelas semua "asesoris" itu sama dengan yang dipakai warga negara maju.
Masih menurut laporan yang sama, terdapat 52 juta orang di Indonesia yang masuk kelas menengah mapan. Inilah yang jadi sasaran berkembangnya kompleks perumahan mewah, dan bahkan juga kompleks pemakaman mewah.