Makanya banyak perusahaan yang menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada sekitar akhir Februari hingga akhir Maret, bersamaan dengan selesainya laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit KAP.
Pada RUPST tersebutlah, jumlah laba yang diperoleh selama satu tahun sebelumnya disahkan dan ditetapkan berapa jumlah laba yang dibagi sebagai dividen kepada pemegang saham, dan berapa yang dimasukkan sebagai penambah modal perusahaan.
Menarik mengamati bahwa bagi perusahaan papan atas, khususnya yang telah berstatus "Tbk", yang maksudnya telah terbuka dalam arti telah menjual sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), kebanyakan ingin diaudit oleh KAP yang punya reputasi internasional.
Nah, dari 760 KAP yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memperoleh izin untuk beroperasi di Indonesia, hanya ada 4 KAP yang sangat dominan. Ke 4 KAP tersebut merupakan afiliasi dari KAP yang juga menguasai pasar jasa akuntan publik secara internasional.Â
4 KAP yang lazim disebut big four tersebut adalah KAP yang berafiliasi dengan Ernst & Young (EY), PricewaterhouseCoopers (PwC), Deloitte, dan KPMG. Sebetulnya yang bekerja di Indonesia adalah partner lokal, tapi di bawah supervisi kantor pusat ke 4 KAP di atas di Amerika Serikat atau di Inggris.
Dapat dibayangkan bahwa dari sekitar 600-an perusahaan yang melantai di BEI, hampir semua berebut untuk mendapatkan jasa dari 4 KAP di atas. Adapun KAP yang berada di peringkat 5 dan seterusnya, jumlah klien dan nilai kontraknya jauh di bawah KAP big four.
Pertanyaannya, kenapa 4 KAP di atas begitu dominan? Alasan yang paling utama sebetulnya terletak pada "nama besar"-nya secara internasional itu tadi. Seolah-olah bila diaudit oleh salah satu dari 4 KAP tersebut, kualitas laporan keuangan tidak perlu diragukan lagi.
Padahal kalau ditelusuri, beberapa partner lokal dari KAP-KAP tersebut pernah menerima sanksi dari OJK terkait dengan hasil auditnya yang kemudian terbukti mengandung kekeliruan.
Namun tetap saja, KAP big four mendominasi bisnis jasa akuntan publik. Inilah yang memunculkan dugaan telah terjadi praktik kartel atau persaingan tidak sehat. Â
Memang ada ketentuan OJK bahwa suatu KAP hanya boleh mengaudit sebuah perusahaan paling lama untuk 3 tahun secara berturut-turut. Tapi 4 KAP tersebut seolah-olah kompak untuk saling bergantian mengaudit setelah 3 tahun, sehingga terkesan seperti saling tukar menukar klien.