Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bisnis Hospitality, Perlukah Standarisasi Senyuman?

5 Maret 2020   05:58 Diperbarui: 5 Maret 2020   06:52 2624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisnis Hospitality secara umum dapat diartikan sebagai bisnis jasa yang sangat tergantung pada pelayanan terhadap tamu. Keramahtamahan merupakan modal utama agar bisnis hospitality bisa berkembang dengan baik.

Contoh usaha yang tergolong dalam Bisnis Hospitality adalah hotel, ruang pertemuan, rumah sakit, klinik kesehatan, apotik, salon kecantikan, pusat kebugaran,  pusat rekreasi, dan sebagainya. Bahkan dalam arti luas sebetulnya hampir semua usaha di bidang jasa, dapat dikatakan berkaitan dengan bisnis hospitality, termasuk juga perbankan dan asuransi. 

Kebetulan, salah seorang saudara saya yang berprofesi sebagai dokter, membuka klinik sejak empat tahun lalu di Pekanbaru, Riau. Alhamdulillah dari waktu ke waktu, terlihat ada perkembangan. 

Berawal dari dari satu petak ruko, sekarang sudah jadi tiga petak, karena fasilitasnya semakin bertambah. Hanya saja, karyawan dan karyawatinya sering berganti.

Ada yang pergi karena tidak puas dengan gaji yang diterimanya. Memang klinik belum mampu membayar gaji yang lumayan karena kondisi keuangan belum memungkinkan.

Tapi ada pula yang justru terpaksa dikeluarkan karena tidak mampu bekerja sama dengan karyawan lain, kurang berintegritas, dan kurang disiplin.

Karena banyak wajah karyawati baru, sewaktu saya ke sana tanpa didampingi saudara saya, tentu mereka belum mengenal saya. Saya sendiri memberitahu karyawati yang bertugas menunggu tamu tentang hubungan saya dengan pemilik klinik. 

Barangkali karena saya bukan pasien atau calon pasien, mereka memasang wajah yang kurang ramah. Bahkan mungkin ada yang curiga karena saya lama celingak-celinguk. 

Ya wajar sih, zaman sekarang kan banyak orang yang mengaku punya hubungan dengan pemilik perusahaan atau pejabat di sebuah instansi, yang ujung-ujungnya justru melakukan penipuan.

Tapi justru di situlah tantangannya. Pada bisnis hospitality, kewaspadaan tetap perlu namun tanpa mengurangi standar pelayanan yang baik pada tamu, terlepas dari apakah tamu itu pelanggan atau bukan.

Toh yang bukan pelanggan pun, bila ia punya kesan yang baik, bisa jadi besok akan jadi pelanggan dan malah mengajak keluarga dan teman-temannya untuk juga jadi pelanggan.

Keramahtamahan yang bagaimana yang harus dilakukan? Tak perlu dibuat-buat dengan pola yang seragam. Kalimat "Selamat siang bapak, apa yang bisa kami bantu?" kadang-kadang terdengar membosankan bagi para tamu. Atau senyum yang seperti diatur, akan terlihat tidak orisinil.

Keseragaman senyuman dan sapaan biasanya buah dari pelatihan. Memang sekarang ini banyak lembaga pelatihan yang mendidik para customer service dari berbagai perusahaan yang menekankan pada aspek praktik sesuai yang dicontohkan instrukturnya.

Sebenarnya, segala sesuatu yang dilakukan secara ikhlas dari hati, meskipun dengan berbagai versi kalimat, akan masuk pula ke hati para pelanggan atau calon pelanggan.

Dengan gaya yang lebih bebas sepanjang dilakukan dari hati, sekaligus membuat nyaman para petugas, yang sebagian di antaranya pasti ada yang introvert yang berarti lebih irit dalam berbicara.

Untuk itu perlu ditekankan tentang arti pentingnya memberi kesan yang baik pada para tamu. Hal ini harus disadari semua karyawan atau karyawati, terutama yang bertugas di bagian depan yang langsung berhadapan dengan tamu.

Seorang petugas bisa saja sedang punya masalah keluarga di rumah. Namun begitu sedang menjalankan tugas harus mampu memusatkan perhatian pada tugasnya. 

Di sinilah akan terlihat siapa yang mencintai pekerjaan dan siapa yang bekerja dengan alasan sekadar menghindari status pengangguran.

Orang yang pada dasarnya suka bergaul harusnya lebih gampang bertugas di bisnis hospitality. Tapi tidak semua pengunjung suka bila berhadapan dengan orang yang terlalu ramah dan terlalu banyak mengajukan pertanyaan yang terkesan "memaksa" seseorang jadi pelanggan.

Sedangkan karyawati yang pendiam tidak usah dipaksa untuk menjadi orang lain yang tiba-tiba banyak mengeluarkan jurus rayuan untuk menarik perhatian tamu yang datang.

Orang yang pendiam pun bisa melayani dengan baik menggunakan gayanya sendiri. Melempar senyuman yang dilakukan dengan hati yang tulus serta ekspresi wajah yang bersahabat, itu sudah cukup. Biarkan si tamu yang mengajukan pertanyaan dan dijawab secukupnya asal mudah dipahami.

Kembali ke kegiatan klinik, apalagi untuk yang berskala lebih besar seperti rumah sakit (RS) milik swasta, meskipun tidak menyebut dirinya sebagai perusahaan yang mencari keuntungan, dan karenanya memilih berbentuk yayasan, pada prinsipnya harus menerapkan standar pelayanan yang tinggi, layaknya sebuah perusahaan jasa.

Standar pelayanan yang tinggi itu tidak perlu diterjemahkan sebagai standarisasi kalimat sapaan dan senyuman. Yang standar adalah dalam hal "sepenuh hati", sedangkan caranya sesuai dengan apa yang dirasa baik oleh karyawan dan karyawati yang melayani para tamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun