Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Lembaga Penjamin Polis Asuransi, Sudah Saatnya Dibentuk

10 Januari 2020   00:07 Diperbarui: 10 Januari 2020   00:13 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi Pers LPS (dok. Antara)

Bagi para penabung di bank, kekhawatiran akan kehilangan uangnya bila bank tempat ia menabung bangkrut, tidak lagi terlalu menghantui sejak dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Makanya bila kita menyimpan uang di bank, pastikan bahwa bank tersebut adalah peserta LPS, dan simpanan kita memperoleh suku bunga atau imbal hasil yang persentasenya tidak melebihi rate yang ditetapkan LPS.

Namun fasilitas seperti itu belum tersedia buat nasabah pemegang polis dari perusahaan asuransi. Inilah yang sekarang meresahkan sekali bagi nasabah Asuransi Jiwasraya yang dilanda kasus kesulitan likuiditas.

Dalam acara talk show Indonesia Lawyer Club (ILC) yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta, Selasa (7/1/2020) malam, beberapa nasabah  yang ikut menjadi narasumber mengungkapkan kegundahannya karena tidak ada kepastian kapan uang mereka bisa kembali.

Justru perdebatan yang menghangat di ILC yang menghadirkan narasumber antara lain Direktur Utama Jiwasraya saat ini, Direktur Keuangan Jiwasraya periode sebelumnya, pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi perusahaan asuransi, anggota Komisi VI DPR-RI, seorang agen penjual produk asuransi Jiwasraya, pengamat asuransi, dan pakar hukum, tidak mampu memberikan berita yang positif bagi nasabah.

Perdebatan malah lebih banyak tentang apakah kasus Jiwasraya merupakan "perampokan" atau murni kekeliruan dalam mengambil keputusan bisnis. Ada juga perdebatan tentang apakah OJK mampu atau tidak dalam mengawasi industri jasa asuransi di negara kita.

Terlepas dari kasus Jiwasraya, sudah saatnya kita punya Lembaga Penjamin Polis (LPP). Siapa menyangka bakal tidak akan ada lagi kasus serupa yang menimpa perusahaan asuransi lain.

Jangan lupa, selain Jiwasraya, perusahaan asuransi Bumiputera juga punya masalah yang sama gawatnya yang membuat nasib para nasabahnya masih tidak ada kejelasan selama bertahun-tahun.

Hanya saja karena Bumiputera bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti halnya Jiwasraya, maka tak sampai melibatkan Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian BUMN, dan instansi pemerintah lain yang sekarang menyelidiki kasus Jiwasraya.

LPP bisa berdiri sendiri atau digabung dengan LPS sehingga namanya menjadi LPSP. Tentu perlu dikaji dulu, lebih efektif mana, bukan sekadar lebih efisien saja, apakah menjadi bagian dari LPS atau berdiri sendiri.

Modal awal akan menjadi ganjalan utama dalam pendirian LPP. Sekadar informasi, saat pendirian LPS tahun 2004, mendapat suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp 4 triliun. 

Ingat, itu kondisi tahun 2004. Dengan mempertimbangkan faktor inflasi, tentu ukuran modal awal pada tahun 2020, selayaknya jauh lebih besar dari Rp 4 triliun.

Setelah itu sumber dana LPS berasal dari iuran semua bank peserta yang besarnya berupa persentase tertentu dari simpanan masyarakat yang diterima masing-masing bank setiap tahunnya.

Jadi pola kerja LPS sebetulnya saling membantu, namun ada nuansa "ketidakadilan". Maksudnya bank yang sehat yang di atas kertas kecil sekali kemungkinan bangkrut memberikan iuran yang nantinya dipakai mengganti uang masyarakat di bank yang sakit yang terpaksa dilikuidasi.

Nah, nantinya bila terbentuk LPP, semua perusahaan asuransi pun harus bersedia menyetorkan iuran. Ini mungkin yang berat, karena akhirnya oleh perusahaan asuransi akan dibebankan lagi berupa naiknya biaya premi yang harus dibayar nasabah.

Tapi bagaimanapun juga keberadaan LPP sedikit banyaknya akan membantu memulihkan hak-hak nasabah bila perusahaan asuransi tempat mereka menaruh uangnya terkena musibah.

Agar LPP tidak jebol, tak kalah pentingnya adalah bagaimana OJK semakin intensif dalam mengawasi semua perusahaan asuransi. 

OJK harus mampu meyakini bahwa semua perusahaan asuransi telah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan para pengurusnya punya integritas yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun