Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Reuni yang Merusak Imajinasi dan yang Bernilai Tambah

18 Januari 2020   12:05 Diperbarui: 18 Januari 2020   12:09 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. merahputih.com

Semakin gampangnya mencari keberadaan teman di masa lalu yang sudah lama tidak bertemu dengan memanfaatkan media sosial, membuat acara reuni sekarang ini menjadi begitu sering dilaksanakan. 

Ada teman saya yang betul-betul penggila reuni, sehingga ia menjadi seksi sibuk dari setiap reuni yang diikutinya. Boleh dikatakan setiap minggu, kalau tidak di hari Sabtu, ya di hari Minggu, si teman ini asyik kumpul-kumpul dengan teman lamanya.

Mulai dari reuni dengan teman SD, teman SMP, teman SMA, teman satu angkatan saat kuliah, teman satu angkatan saat memulai karir di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), teman sesama naik haji belasan tahun lalu, dan entah reuni apalagi, dilakoni oleh teman saya itu.

Nah biasanya reuni dengan teman yang sama akan berulang lagi beberapa bulan berikutnya. Misalkan minggu yang lalu reuni dengan teman SMA, maka 6 bulan lagi akan bertemu kembali, tapi di tempat yang berbeda.

Berbeda dengan teman yang hobi reuni di atas, saya juga punya teman lain yang hanya nongol pada reuni yang pertama saja, setelah itu pada reuni periode berikutnya, ia tak lagi tertarik ikut. 

Tapi kalau reuni dengan teman lain, misalnya yang di atas reuni dengan teman SMP, maka sekarang dengan teman SMA, jika itu untuk pertama kalinya, ia juga ikut. Lalu diam-diam tidak datang pada reuni dengan teman SMA pada periode berikutnya.

Jadi, bila untuk pertama kali reuni, si teman ini demikian antusias karena sudah puluhan tahun tidak bertemu. Tapi bila reuni lagi untuk kedua kalinya, ia langsung kehilangan semangat.

Semangat yang mengendor itu bukan karena ia tidak punya uang yang cukup buat urunan acara reuni, bukan pula karena diledek teman-temannya. Juga bukan karena merasa minder melihat teman-temannya yang lebih sukses. 

Alasan sesungguhnya yang sempat terucap dengan berbisik kepada saya, adalah karena reuni telah merusak imajinasinya. 

Saya yang tidak paham apa maksudnya, mengajaknya berdiskusi lebih serius, dengan memilih tempat yang agak jauh dari pendengaran teman-teman lain. 

Ternyata ia selama ini rajin merawat imajinasinya tentang teman-teman SMA puluhan tahun lalu. Ia sudah punya bayangan tentang Dewi, cewek paling cakep di kelasnya. 

Cewek cakep lain adalah Susy dan Ita yang beda tipis dengan Dewi. Mereka bertiga sering main bareng, sehingga dijuluki Trio Macan alias manis dan cantik.

Demikian juga sosok lainnya, ia sudah punya imajinasi tersendiri. Tentang Syahrul yang pintar, selalu juara kelas. Robby yang anak pejabat, selalu tampil gagah. Atau Jono yang selalu bak jagoan memalak teman-temannya.

Tapi imajinasi yang dipelihara puluhan tahun itu jadi rusak ketika melihat penampilan Trio Macan yang berantakan. Susy dan Ita bertubuh tambun dengan dandanan menor. Sedangkan Dewi memang langsing tapi wajahnya keriput, seperti lebih tua dari usia yang sebenarnya.

Syahrul yang pintar malah kelihatan seperti kurang pede di depan teman-teman. Konon karena karirnya sebagai PNS terhenti di level pejabat rendah. 

Robby si anak pejabat yang malah gak jelas apa pekerjaannya. Dulu sempat bekerja di sebuah instansi, namun dipecat gara-gara tidak disiplin. Bapaknya sudah meninggal, tragisnya warisan sampai dilego untuk biaya hidup anak-anaknya.

Justru yang paling sukses dan paling besar memberikan kontribusi dana untuk acara reuni  adalah teman yang dulu tidak populer. Bahkan si sukses ini tidak ada dalam imajinasi teman saya, ia lupa dulu duduk satu meja dengan siapa di kelas.

Yang juga mengagetkan adalah perubahan total dari seorang Jono yang preman, sekarang malah jadi ustad dengan penampilan yang sangat meyakinkan, termasuk memakai jenggot yang menjuntai.

Memang begitulah bila bertemu untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun. Banyak sekali perkembangan yang tidak terduga. 

Teman saya itu sendiri tidak sadar kalau ia juga sudah banyak berubah penampilan fisiknya. Ya iyalah, masak cewek atau cowok usia 18 tahun disamakan dengan yang sudah berusia sekitar 55 tahun?

Akan berbeda bila sejak tamat sekolah dahulu, setiap beberapa tahun ada pertemuan, sehingga perubahan fisik teman-teman terlihat tidak terlalu jauh berbeda. 

Maka bila perubahan tersebut diikuti secara bertahap, imajinasi yang terpelihara pun akan bisa menyesuaikan, tidak akan bikin kaget.

Kembali ke teman-teman sekolah saya, itulah salahnya, baru demam reuni setelah semua orang punya telepon pintar yang lengkap aplikasi media sosialnya.

Dulu bukannya tidak ada reuni, namun sifatnya lintas angkatan dan informasinya tidak merata ke semua alumni. Akibatnya itu tadi, yang betul-betul kangen-kangenan dengan teman satu angkatan, baru terwujud setelah puluhan tahun, yang akhirnya merusak imajinasi salah seorang teman.

Ikut reuni hanya pada pertama kali saja, lalu menghilang, menurut saya bukan pola silaturahmi yang baik. Apalagi kalau alasannya karena tidak rela imajinasinya yang dulu "dirusak". 

Tapi reuni terus-terusan seperti teman saya yang disinggung di awal tulisan, namanya bukan reuni lagi. Ini terlalu boros waktu dan energi, dan bahkan bisa membosankan.

Saya percaya bahwa menjalin silaturahmi adalah penting, dan reuni merupakan salah satu wadah yang memudahkan untuk bersilaturahmi.

Tentang periode reuni yang terlalu sering atau terlalu jarang, bersifat relatif. Saya sendiri merasa sekali setahun sebagai waktu yang pas.

Tapi yang terpenting bukan sekadar melakukan reuni, ketawa-ketiwi, makan-makan, ajang pamer kesuksesan, atau rekreasi saja.

Menciptakan reuni yang ada nilai tambah dalam arti memberikan manfaat dan sekaligus sebagai sarana beramal, itulah yang perlu dilakukan, yang dengan cara bersama-sama akan menjadi kekuatan yang dahsyat.

Contohnya mengadakan reuni sambil juga melakukan bakti sosial, saling berbagi ilmu dan pengalaman, mengunjungi guru dan dosen yang dulu mengajar kita, membantu teman yang kemampuan ekonominya terbatas dengan cara yang tidak menyinggung perasaan, dan banyak lagi kegiatan bermanfaat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun