Coba perhatikan di mal-mal, betapa banyak petugas membagikan menu makanan dari sebuah restoran yang ada di mal itu.
Rata-rata ibu-ibu suka mengoleksi brosur restoran. Memang saat menerima brosur, mereka sudah punya tujuan mau makan di mana.Â
Saya sendiri, karena seperti yang saya singgung di awal tulisan ini, tidak menyukai brosur, cenderung mengatakan penggunaan brosur sudah tidak efektif. Apalagi saya melihat sebagian brosur dicetak secara lux, dan ada yang terdiri dari beberapa lembar. Pasti biayanya lumayan mahal.
Menurut saya perlu kreativitas yang lebih tinggi dalam melakukan promosi, terutama untuk usaha menengah ke bawah dengan anggaran yang sangat terbatas. Iklan yang tidak terkesan sebagai iklan, namun seperti disusupkan dalam chatting di berbagai grup media sosial, rasanya akan lebih nendang.Â
Memang, saking banyaknya iklan, termasuk di media online yang membuat pembaca tidak nyaman, membuat sebagian orang alergi dengan iklan. Jadi, bagaimana membuat iklan yang tidak terkesan sebagai iklan? Itulah pekerjaan rumah bagi mereka yang bekerja di bidang periklanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H