Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Apa pun Bisa Jadi Media Iklan, Masyarakat Jangan Cepat Alergi

6 Januari 2020   08:09 Diperbarui: 6 Januari 2020   13:27 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tutup tempat barang di pesawat penuh iklan (dok pribadi)

Kalau kita ikut seminar atau event tertentu, lazim disediakan spot untuk berfoto. Latar belakangnya tidak hanya tulisan tentang seminar atau event itu, tapi juga para sponsornya.

Siapa yang pernah menduga bila toilet untuk pengunjung mal atau di tempat publik lainnya, juga ada yang menjadi sasaran tempat memasang iklan?

Maka seorang laki-laki yang selama ini sambil membuang kotorannya hanya bisa melamun atau memandang dinding berwarna polos, sekarang bisa melihat iklan.

Jelaslah, tak ada yang luput dari iklan. Kalau kita kesal saat membuka berita daring, termasuk juga membuka Kompasiana, karena dipenuhi iklan yang terkadang membuat kita tidak nyaman, cobalah mengambil sudut pandang dari sisi pihak pemasang iklan dan juga dari pihak pengelola media daring, agar bisa memakluminya.

Dari sisi perusahaan pemasang iklan, tentu iklan tersebut merupakan buah kreativitas yang prosesnya lumayan panjang dan melibatkan biro jasa periklanan.

Sedangkan bagi pengelola media, ini juga buah dari kerja kerasnya bagaimana mendatangkan iklan yang memadai buat menutup biaya operasional plus keuntungan yang diharapkan.

Tapi sebagai pembaca, bila kita demikian terganggu, ya boleh-boleh saja menyampaikan aspirasi tersebut. Toh jika banyak yang seperti itu pasti jadi masukan bagi pihak pemasang iklan dalam rangka mencari format yang lebih efektif.

Iklan adalah keniscayaan dalam berbisnis saat ini. Maka apapun bisa jadi iklan dan masyarakat diharapkan tidak gampang alergi melihatnya.

Ada produk yang anggaran untuk iklannya lebih besar ketimbang biaya produksinya. Contohnya produk obat-obatan. Kalau kita membeli obat, jangan heran bila terasa mahal. Akhirnya biaya iklan tersebut, diharapkan akan ditutupi oleh konsumen.

Ada pula yang biaya iklannya sangat minimalis. Contohnya usaha jasa penyalur pembantu rumah tangga, badut, atau sedot tinja, yang nomor telponnya ditempelkan di tiang listrik, pohon (ini sebetulnya merusak lingkungan), atau kertas fotokopinya dilempar ke teras rumah-rumah di kawasan pemukiman.

Iklan tidak harus selalu dilihat dari perspektif untung-rugi secara finansial, karena ada iklan yang bersifat pertemanan. Buktinya sekarang lagi marak reuni teman se-angkatan waktu dulu sekolah atau kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun