Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Semua Bank di Aceh Harus Dikonversi Jadi Bank Syariah, Apa Masalahnya bagi Nasabah?

16 Januari 2020   10:10 Diperbarui: 17 Januari 2020   18:20 5549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 mengatur bahwa seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh harus menggunakan prinsip syariah.| Sumber: Antara Foto / Irwansyah Putra

Di Nanggroe Aceh Darussalam, ada sebuah Qanun atau peraturan daerah yang berpengaruh besar terhadap sistem perbankan di sana. Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 mengatur bahwa seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh harus menggunakan prinsip syariah.

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh, sebelum Qanun itu berlaku telah menjadi BPD pertama di Indonesia yang dikonversi dari bank konvensional menjadi bank syariah pada Agustus 2016 lalu.

Barangkali karena melihat keberhasilan konversi BPD Aceh di atas, sekarang dengan Qanun tersebut, semua bank lain yang beroperasi di Aceh juga diharuskan melakukan konversi menjadi bank syariah.

Bahkan sudah ada 2 BPD lain, yakni BPD Nusa Tenggara Barat (NTB) dan BPD Sumatera Barat yang memakai nama bisnis Bank Nagari yang mengikuti jejak Bank Aceh yang dikonversi sepenuhnya menjadi bank syariah.

Masalahnya, di Aceh banyak pula bank selain BPD Aceh yang beroperasi. Kebanyakan bank lain tersebut merupakan kantor cabang dari bank-bank yang berkantor pusat di Jakarta, baik berupa bank milik negara, yakni BNI, BRI, BTN dan Bank Mandiri, maupun kantor cabang bank swasta nasional.

Menurut Qanun tersebut, kepada bank-bank yang beroperasi di Aceh diberikan masa transisi untuk mempersiapkan segala sesuatunya sehubungan dengan proses konversi yang harus dijalaninya.

Namun, selambat-lambatnya pada Desember 2021, masa transisi itu akan berakhir. Artinya mulai 1 Januari 2022, tak ada lagi bank yang bukan bank syariah di seluruh Aceh.

Maka bagi bank-bank yang sudah punya anak perusahaan yang beroperasi secara syraiah, proses konversi tidak terlalu rumit. Seperti Bank Mandiri yang punya anak perusahaan Bank Syariah Mandiri atau BNI yang punya anak perusahaan BNI Syariah, semua kantor cabangnya di Aceh tinggal dialihkan saja menjadi kantor cabang Bank Syariah Mandiri atau BNI Syariah.

Secara hukum dikenal istilah inbreng untuk pemindahtanganan aset dari suatu perusahaan ke perusahaan lain. 

Dalam hal ini aset antara lain berupa gedung, tanah, rumah dinas, kendaraan dinas, mesin ATM dan peralatan lainnya, yang selama ini tercatat sebagai aset bank konvensional di induk perusahaan, dipindahkan menjadi aset anak perusahaannya yang beroperasi secara syariah.

Sebagai imbalannya, jumlah modal yang ditanamkan induk perusahaan kepada anak perusahaannya yang beroperasi secara syariah tersebut akan bertambah sebanyak aset yang dipindahtangankan.

Akan berbeda masalahnya bila sebuah bank konvensional yang punya kantor cabang di Aceh belum mempunyai anak perusahaan yang beroperasi secara syariah. 

Mau tak mau dalam masa transisi yang sebetulnya tidak terlalu lama ini, bank seperti ini harus membentuk anak perusahaan terlebih dahulu.

Tentu tahapan yang dilalui akan lebih rumit. Mungkin caranya dengan melakukan spin-off, di mana seluruh kantor cabang bank tersebut di Aceh dipisahkan dari aset induk perusahaannya, dan menjadi aset anak perusahaan hasil spin-off.

Terlepas dari soal teknis perbankan, tentu yang paling penting adalah mengkaji apa dampaknya bagi nasabah? 

Nasabah seperti tak punya pilihan lain, harus mengkonversi rekening yang dipunyainya, baik berupa rekening simpanan maupun rekening pinjaman, menjadi rekening berbasis syariah.

Tapi mungkin saja ada segelintir nasabah yang tidak mau menjadi nasabah bank syariah. Toh pilihan nasabah harus dihargai. 

Untuk itu diharapkan bank tempat nasabah membuka rekening, bisa mencarikan solusi yang dapat diterima nasabah.

Contohnya dengan memindahkan rekening nasabah ke kantor cabang bank yang sama di kota terdekat dari Aceh, misalnya ke Medan. Kalau nasabah tetap tidak mau, tentu harus menutup rekeningnya.

Jika yang ditutup adalah rekening simpanan, tidak jadi masalah, nasabah bisa mencairkan simpanannya. Tapi kalau menutup rekening pinjaman, artinya si nasabah harus melunasi semua utangnya, ini yang berat.

Makanya, sosialisasi dari masing-masing bank di Aceh kepada semua nasabahnya sangat penting selama masa transisi ini. Perlu kiranya untuk diketahui, bank syariah sebetulnya tidak hanya melayani nasabah muslim saja.

Kenyataannya seperti yang terjadi di Inggris, karena dinilai menguntungkan, banyak pula nasabah non-muslim yang membuka rekening di bank syariah. Demikian pula karyawan banknya, tidak semuanya muslim.

Semoga pelaksanaan konversi semua bank yang beroperasi di Aceh menjadi bank syariah dapat berjalan dengan mulus tanpa menimbulkan ketidaknyamanan bagi para nasabahnya.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun