Atau kalau lingkup pembahasannya diperluas ke kawasan umum, tidak sebatas sekolahan saja, sebetulnya ada banyak tempat yang menyediakan buku-buku untuk dibaca secara gratis oleh mereka yang singgah di sana.
Di bandara atau stasiun kereta api, saya pernah melihat pojok baca. Tentu saja di banyak ruang tunggu seperti di bank, rumah sakit, hotel, atau perkantoran, juga menyediakan fasilitas sejenis.Â
Hanya saja sekarang ini berbagai fasilitas yang diciptakan untuk merangsang minat baca masyarakat harus menghadapi saingan yang amat sulit ditandingi, yaitu gadget atau gawai.
Dulu, banyak orang yang tidak betah lama-lama di ruang tunggu. Makanya dengan adanya koran, majalah atau buku di ruang tunggu, paling tidak bisa mengurangi kebosanan.
Tapi, dengan keberadaan gawai betul-betul telah mengubah kebiasaan masyarakat. Banyak sekali hal yang didapatkan melalui gawai yang sering membuat penggunanya tersenyum sendiri, mungkin lagi chatting dengan temannya atau menikmati video yang lagi viral.
Memang untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat, gawai pun merupakan salah satu sarana. Toh, berbagai buku, majalah dan koran pun bisa dibaca melalui gawai.
Sayangnya, dari pengamatan sekilas, jarang pengguna gawai yang tujuannya untuk mencari informasi atau untuk menambah pengetahuan. Lebih banyak mereka yang hanya mengutak-atik berbagai aplikasi media sosial yang fungsinya terutama untuk silaturahmi dan hiburan.
Parahnya, sering pula gawai jadi sarana untuk mem-bully orang lain, menghujat, dan bahkan mengobarkan api permusuhan sesama anak bangsa.
Maka bagi pegiat literasi, di samping berupaya agar pojok baca dan gazebo literasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya, penting pula menyediakan konten edukatif di dunia maya yang dikemas dengan penuh kreativitas, sehingga mampu menarik perhatian masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H