Bahkan di Tegalsari, Surabaya, pernah menampilkan "juru kampanye" dari berbagai instansi, antara lain Danramil, Kapolsek, dan Camat, yang mengumpulkan siswa di sebuah sekolah.
Tapi masalahnya adalah kenapa masih saja kita membaca berita tentang terjadinya tindakan kekerasan atau perisakan di sekolah?
Bahkan tidak jarang pula tindakan kekerasan yang terjadi adalah tindakan kekerasan seksual. Ironisnya ada oknum guru sebagai pelakunya.
Bukan hanya di sekolah, namun juga terjadi di kampus perguruan tinggi yang para pelakunya tentu sudah dewasa dari sisi usia.
Jangan-jangan kita memang hanya suka memakai slogan saja dan merasa bila sudah meneriakkannya atau memasang posternya, maka dianggap sudah selesai.
Hanya saja akan lebih bagus bila tingkat keberhasilannya dipantau oleh tim sekolah. Jika dinilai masih belum seperti yang diharapkan, maka ditambah dengan cara lain.
Agar bisa dinilai secara lengkap, tak kalah pentingnya bagaimana agar setiap siswa yang merasa dirisak, bersedia untuk melaporkan ke tim sekolah
Langkah persuasif yang bersifat one on one, perlu pula dilakukan, dengan mengajak diskusi dari hati ke hati, khusus bagi siswa yang diketahui pernah merisak temannya atau berpotensi untuk merisak.
Soalnya, biasanya yang jagoan merisak mungkin beberapa orang saja, tapi sangat berpengaruh, sehingga yang lain ikut-ikutan.
Jadi, metode kampanye yang bersifat umum, akan lebih bagus bila digabung dengan metode khusus yang ditujukan bagi siswa tertentu saja.