Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pentingnya Mengakhiri Karier dengan Baik

3 Januari 2020   00:07 Diperbarui: 3 Januari 2020   19:17 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa terasa kita sudah menginjak tahun 2020. Mungkin di tahun ini ada di antara pembaca yang akan memasuki masa pensiun dari pekerjaannya di sebuah instansi pemerintah atau di perusahaan swasta.

Memang soal aturan kapan harus pensiun, sesama pegawai negeri saja bisa berbeda-beda. Seorang dosen di perguruan tinggi negeri dengan gelar guru besar, pensiun di usia 70 tahun. 

Tak heran kalau banyak anekdot tentang profesor yang pikun. Tapi sekarang banyak pula orang yang berumur 80-an tahun, namun masih sehat.

Contoh terbaik barangkali adalah (sayangnya ini di luar negeri) Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, yang tahun 2020 ini akan memasuki usia 95 tahun, namun tetap energik.

Para guru sekolah negeri akan pensiun di usia 60 tahun. Pegawai biasa di instansi pemerintah memasuki pensiun di usia 58 tahun. 

Sedangkan di perusahaan, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), usia pensiunnya bervariasi. Ada perusahaan yang mempensiunkan pegawainya di usia 55 tahun, ada pula yang 56 tahun, 58 tahun, dan bahkan ada yang 60 tahun.

Di tahun 2020 ini mungkin banyak pula yang ingin mengakhiri kariernya di suatu instansi atau perusahaan, bukan karena alasan pensiun, namun ingin berkarier di tempat lain atau ingin membangun usaha sendiri.

Yang berpindah karier pun pertimbangannya bisa bermacam-macam. Ada yang merasa tidak menemukan passion-nya. Ada yang kecewa dengan atasannya. Atau ada pula yang mencari tempat lain yang menawarkan gaji lebih besar.

Apapun alasannya, satu hal yang perlu diingat, kita harus memberi kesan yang baik saat mengakhiri karier. Bahkan termasuk kalau alasan menyudahi karier itu karena sakit hati, sebaiknya jangan diperlihatkan sakit hati itu.

Rasanya kita sepakat bahwa salah satu contoh terbaik dari seseorang yang mengakhiri kariernya dengan baik adalah mantan wapres Jusuf Kalla yang akrab disapa JK ini.

Dok. guideku.com
Dok. guideku.com
Berbagai acara dilakukan dalam rangka melepas JK, pertengahan Oktober 2019 lalu. Dari acara yang dilakukan oleh seluruh pegawai di kantor wapres yang sempat diberitakan salah satu stasiun televisi, tergambar betapa JK tidak hanya sekedar dihormati, tapi juga dicintai semua pegawainya.

Contoh lain yang masih aktual datang dari lapangan hijau. Bambang Pamungkas baru saja mengakhiri kariernya dengan baik di klub sepak bola Persija Jakarta. 

Acara perpisahannya dilakukan di Gelora Bung Karno seusai pertandingan terakhir Bambang di Persija. Puluhan ribu penggemar Persija melepasnya dengan penuh kesan positif.

Pernahkah Anda mendengar cerita tentang seorang bos yang semua anak buahnya malah bergembira saat si bos memasuki masa pensiun atau saat dipindahkan ke tempat lain?

Itulah pertanda bos yang tidak dicintai anak buah. Biasanya bos yang suka marah-marah, tidak jelas dalam memberi perintah, terlalu banyak memberi beban pekerjaan sampai sering sekali lembur, plin plan dalam mengambil keputusan, dan karakter negatif lainnya, tidak disukai anak buah.

Sebaliknya bos yang baik akan dilepas dengan acara yang sangat berkesan seperti JK itu tadi. Puja-puji dan isak tangis pun berhamburan pertanda rasa sayang anak buah pada bosnya yang memasuki masa pensiun.

Oke, dunia bos mungkin lain. Kita bahas kalau yang mengakhiri karier itu, bukan seorang bos. Inipun tetap harus berusaha untuk mengakhiri masa bakti dengan sebaik mungkin.

Sampai hari terakhir bertugas, kita harus tetap bersemangat dalam bekerja, tuntaskan apa yang menjadi tanggung jawab kita. 

Ada baiknya pula beberapa minggu sebelumnya, dengan seizin atasan, kita telah melakukan transfer of knowledge kepada pegawai lain yang nantinya akan mengambil alih pekerjaan yang kita tinggalkan. 

Kalau di kantor tempat kita bekerja ada kebiasaan mengadakan acara perpisahan bagi pegawainya yang memasuki masa pensiun atau karena pindah ke tempat lain, termasuk juga yang mengundurkan diri, maka bila yang dilepas itu adalah kita, siapkan diri dengan baik. 

Susun konsep kata sambutan yang harus kita sampaikan. Ucapan terimakasih kepada atasan dan rekan kerja, permintaan maaf atas segala kesalahan kita, dan doa bagi kesuksesan atasan dan semua rekan kerja di masa depan, jangan sampai lupa.

Wajah-wajah sedih yang terpancar tanpa dibuat-buat, dapat dinilai sebagai kecintaan teman kerja terhadap kita. Kita pun kalau akhirnya tanpa dapat ditahan ingin menangis, lepaskan saja tangis itu. 

Hal ini akan dibaca sebagai kita pun tulus dalam berinteraksi dengan teman kerja selama ini dan merasa sedih karena harus mengakhiri karier.

Tapi bagi yang memang gembira karena mendapat pekerjaan baru yang lebih baik, tentu tidak bisa pura-pura sedih. Usahakan biasa-biasa saja, jangan diperlihatkan kegembiraan itu secara berlebihan.

Mengakhiri karier dengan baik, sama pentingnya dengan memulai karier. Apalagi kalau kita masih ingin mencari pekerjaan di tempat lain. 

Biasanya bos di tempat lain yang kita tuju akan mencari informasi tentang bagaimana pandangan bos yang lama atau teman-teman kerja terhadap kita.

Maka kalau kita mengakhiri karier secara terhormat, malah bisa dapat surat apresiasi yang jadi bekal buat melamar di tempat lain.

Kalau kita tidak puas dengan pekerjaan atau dengan teman-teman kantor, lalu mengekspresikannya saat mengakhiri karier, karena merasa tidak bakal bertemu teman kerja lagi, itu keliru.

Mungkin kita memang tidak akan menginjakkan kaki lagi di kantor lama. Tapi kemungkinan bertemu teman-teman tersebut di suatu tempat yang tidak kita duga, bisa saja terjadi.

Makanya keputusan untuk resign dari kantor harus tepat momentumnya. Jangan pas saat berantem dengan teman, terus minta berhenti. 

Jangan pula habis dimarahi bos atau setelah kita bikin kasus seperti melakukan keteledoran, lalu minta resign. Lebih baik kita tunjukkan bahwa kita bisa memperbaiki diri, baru setelah itu mengakhiri karier dengan baik.

Lain cerita kalau memasuki usia pensiun, kita tidak bisa memilih momentum, karena waktunya sudah pasti sesuai ketentuan yang berlaku di kantor tempat kita bekerja.

Maka kita harus bisa mengendalikan diri sebaik mungkin, jangan sampai meninggalkan kesan negatif. Ada seorang kepala cabang di sebuah perusahaan milik negara yang di minggu terakhir bekerja sebelum pensiun, masih sempat melakukan fraud.

Karena perbuatannya itu tergolong tindak pidana korupsi, akhirnya si mantan kepala cabang "menikmati" masa pensiunnya di penjara.

Berbeda dengan pegawai biasa, para bos terkadang bisa memilih momentum kapan sebaiknya pensiun. Itu berlaku bagi bos yang telah menghabiskan periode jabatannya, namun masih berpeluang diperpanjang untuk periode berikutnya.

Di sinilah godaan datang. Ada bos yang sebetulnya kalau pensiun sehabis periode pertama, akan dikenang sebagai pemimpin yang sukses. 

Namun karena di periode kedua ia melakukan kesalahan fatal, misal terlibat korupsi, maka reputasi si bos pun hancur. Jelaslah betapa pentingnya mengakhiri karier dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun