Kembali ke kasus Ahok, karena penunjukannya sebagai Komut Pertamina datang dari Menteri BUMN dalam kapasitas individunya, bukan karena kader PDIP, tentu yang terbaik adalah mematuhi permintaan Erick Thohir tersebut.
Namun yang kebakaran jenggot barangkali adalah PDIP. Salah seorang kader rekrutan barunya yang sangat potensial, tidak bisa lagi diharapkan kontribusinya.
Berkaca dari periode-periode sebelumnya, sudah bukan rahasia lagi, ada yang ditunjuk jadi komisaris BUMN bukan karena kapasitas individunya, tapi diduga karena lobi pihak partai koalisi pendukung pemerintah dengan Menteri BUMN.
Dulu, di Bank Rakyat Indonesia (BRI) pernah punya komisaris yang ditengarai sebagai orang partai, namun tidak gampang untuk membuktikan status keanggotaannya di partai.
Yang dimaksudkan adalah Sunarsip dan Adhyaksa Dault yang konon berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), komisaris BRI di era pemerintahan SBY. Ketika itu PKS bergabung di koalisi pemerintah.
Kurang jelas apakah bila seseorang terpilih jadi komisaris karena pertimbangan bagi-bagi kekuasaan atau lobi-lobi politik, akan ada kewajiban menyetor sebagian gajinya untuk kas partai atau tidak.
Tentu hal itu menjadi rahasia partai, dan masing-masing partai bisa jadi punya kebijakan yang berbeda. Namun jelas bahwa besarnya pendapatan seorang komisaris BUMN, sungguh menggiurkan.
Jadikah Ahok mundur dari PDIP? Kita tunggu saja perkembangan berikutnya. Mundur atau tidak, diharapkan keberadaan Ahok akan meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik di Pertamina. Pada gilirannya diyakini hal ini akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI