Percayalah, tak ada orang yang tak pernah marah. Masalahnya hanya pada bagaimana seseorang melampiaskan rasa marahnya.
Ada yang gampang meledak sehingga sangat gampang diketahui bahwa ia lagi marah. Sebaliknya ada yang bisa memendam rasa marahnya sehingga nyaris tidak terdeteksi oleh orang lain.
Secara umum, dilihat dari sisi kapan ekspresi marah seseorang muncul dan kapan habisnya, dapat terbagi menjadi empat kelompok berikut ini.
Pertama, mereka yang cepat terbakar tapi cepat pula padam. Biasanya tanpa melakukan analisis terlebih dahulu, si cepat marah ini langsung menyemprot orang lain yang diduganya melakukan kesalahan terhadap dirinya dengan kata-kata kasar.
Tapi nantinya setelah yang dimarahi menjelaskan duduk perkaranya, dan terbukti bukan ia yang menjadi biang keladi, orang yang tadi marah-marah cepat menyadari kekeliruannya dan segera minta maaf.
Atau kalaupun yang kena marah terbukti bersalah dan ia mengakui kesalahannya tersebut serta berjanji untuk tidak mengulangi, maka orang yang tadi marah-marah akan langsung padam marahnya.Â
Bahkan, pada kehidupan orang kantoran, banyak bos yang bergaya marah cepat terbakar cepat padam ini. Ada sisi enaknya, biasanya sehabis habis marah-marah, si bos malah mentraktir anak buahnya yang habis dimarahi.
Kedua, mereka yang lambat terbakar dan lambat pula padam. Ini sangat perlu diwaspadai, karena sering yang dimarahi tidak menyadari kesalahannya, sampai sesuatu terjadi pada dirinya.
Contohnya pada kehidupan orang kantoran, ada karyawan yang merasa tidak nyaman setelah menyadari bahwa si bos ternyata sudah sekian lama mendiamkannya.
Atau ketika teman-temannya sudah naik pangkat, ada seseorang yang tidak naik dalam arti karirnya mandek. Maka ia segera melakukan introspeksi, bertanya-tanya apa salahnya di mata si bos.Â
Bila si karyawan yang dicuekin bosnya tak kunjung menemukan apa salahnya, sebaiknya memberanikan diri menghadap si bos untuk bertanya. Bukan untuk memprotes, tapi alasannya untuk minta masukan agar mampu memperbaiki diri.
Ketiga, mereka yang cepat terbakar tapi lambat padam. Ini kelompok paling jelek. Sedikit-sedikit marah, dan kalau sudah marah bisa awet, selalu diulang-ulang.
Agak sulit bekerja sama kalau di tempat bekerja punya bos seperti itu. Maka sulit pula memberi tips apa yang harus dilakukan menghadapinya selain bersabar dan berdoa.
Kalau bisa menghindar, ya sebaiknya ambil langkah menjauhi bos yang model begitu. Berdoa saja agar si bos cepat dipindahkan, atau kitanya yang minta dipindahkan.
Keempat, mereka yang lambat terbakar tapi cepat padam. Ini kelompok paling baik dan tidak perlu dibahas berpanjang lebar. Bila punya bos seperti ini, nikmati saja dan bersyukur.
Tapi jangan ngelunjak, mentang-mentang dapat bos baik hati. Jika ingin karir cepat naik, rumusnya gampang, bekerjalah sebaik mungkin, lebih unggul ketimbang karyawan lainnya yang satu level.
Ya itulah empat tipe marah seseorang. Dalam tulisan ini sengaja pembahasannya lebih terfokus pada mengenali gaya marah seorang bos. Alasannya karena bos tidak bisa kita kontrol.Â
Tapi kalau keluarga kita sendiri atau anak buah kita, bisa dikontrol dalam arti kalau perlu kita yang memarahinya. Makanya mempelajari karakter si bos kalau lagi marah, sangat perlu agar kita tidak salah langkah.
Tapi dari keempat jenis gaya marah di atas, yang paling diwaspadai adalah yang lambat marah lambat padam. Kita harus selalu berhati-hati dan ketahui secara rinci apa yang disukai dan yang tidak disukai si bos.
Sedang untuk yang lain, jelas apa rekomendasinya, misalnya kalau bos kita tipe cepat marah cepat padam, ya kita hanya perlu sabar saja saat dimarahi, jangan disela. Begitu selesai marahnya, tinggal jelaskan masalahnya, dan kasus pun dianggap selesai.Â
Selain dalam konteks pekerjaan, mempelajari gaya marah penting pula untuk sepasang kekasih yang lagi menjajaki untuk melanjutkan status hubungannya ke jenjang pernikahan. Jangan merasa bila sang kekasih gak pernah marah, akan aman-aman saja.
Justru wajib mengetahui gaya marah pasangan kita sebelum memutuskan untuk terikat dalam perkawinan. Kalau perlu bikin sandiwara, agar si kekasih terpancing marahnya.Â
Meski cara ini agak bahaya juga, bisa-bisa malah putus hubungan. Tapi bukankah putus pacaran lebih baik ketimbang bercerai dalam rumah tangga?
Jangan sampai ketika sudah berumah tangga, ada yang kaget menyaksikan marah suami atau istrinya yang betul-betul di luar dugaan, sehingga tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H