Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengabadikan Nama Pahlawan, Seberapa Besar Dampaknya dalam Mengatasi Krisis Keteladanan?

10 November 2019   00:07 Diperbarui: 10 November 2019   00:18 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk pahlawan yang boleh dikatakan paling terkenal, sekaligus menjadi gambar pada uang pecahan terbesar Rp 100.000, dwitunggal proklamator Soekarno-Hatta, bisa jadi kita sangat hafal dengan wajahnya.

Tapi apakah kita menghayati bagaimana hebatnya perjuangan founding father negara kita itu? Sejak usia belia sudah punya visi yang jelas untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan, meskipun harus berkali-kali dipenjarakan oleh pemerintah kolonial.

Di samping dipasang pada uang kertas, nama jalan juga menjadi sarana yang  ampuh untuk mengabadikan nama para pahlawan. Namun sesering apapun seseorang melewati Jalan Sudirman yang biasanya jadi nama jalan protokol di banyak kota, mungkin tidak banyak yang tergugah untuk meneladani nilai-nilai kepahlawanan seorang Jenderal Sudirman.

Apalagi untuk nama jalan dari pahlawan yang "kurang terkenal", bisa-bisa masyarakat banyak lupa bahwa itu adalah nama pahlawan. Di kota Depok, Jawa Barat, jalan utamanya adalah Jalan Margonda.

Tapi diduga tidak banyak warga Depok yang tahu, bahwa Margonda adalah seorang pahlawan yang mati muda saat pertempuran melawan Inggris pada tanggal 16 November 1945. Pertempuran itu terjadi di daerah Depok.

Di Padang ada nama jalan Bagindo Aziz Chan, Khatib Sulaiman, Joni Anwar, sekadar menyebut beberapa contoh pahlawan asal kota Padang di awal kemerdekaan Indonesia dulu.

Namun apa boleh buat, generasi tua Sumatera Barat yang tahu sepak terjang para pahlawan di atas, sudah tinggal segelintir. Sedangkan generasi muda tidak tertarik menelusuri, apalagi meneladani perjuangannya.

Selain sebagai nama jalan, nama pahlawan juga diabadikan sebagai nama bandara, nama rumah sakit, nama gedung pertemuan, nama universitas, nama stadion, dan sebagainya.

Namun masalahnya, jika iseng-iseng ditanyakan kepada sejumlah orang secara acak, besar kemungkinan tidak banyak yang bisa menjelaskan siapa itu Gatot Subroto, TB Simatupang, Rasuna Said, Sutan Syahrir, Tan Malaka, dan sebagainya.

Jika rakyat biasa tidak begitu mengenal para pahlawan, mungkin masih bisa dimaafkan. Tapi keterlaluan bila hal sama juga terjadi buat para pejabat pemerintah atau para wakil rakyat.

Tentu bagi para pemimpin yang sekarang menjadi tumpuan harapan kita untuk meraih kejayaan bangsa, sekadar mengenal para pahlawan saja tidaklah cukup. Pertanyaannya adalah, seberapa besar dampak diabadikannya nama pahlawan dalam mengatasi krisis keteladanan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun