Kebagian tiga orang menteri di Kabinet Indonesia Maju, sebetulnya hal yang pantas untuk jerih payah Partai Nasdem dalam mendukung Jokowi-Ma'ruf pada pilpres yang lalu.Â
Ketiga menteri itu adalah Siti Nurbaya sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Syahrul Yasin Limpo sebagai Menteri Pertanian dan Johnny G. Plate sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi.
Tapi entah apa yang merasuki Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Ia masih belum happy. Apakah gara-gara dicuekin, tidak disalami Megawati yang lewat di hadapannya di saat pelantikan Anggota DPR, 1 Oktober 2019 lalu?
Bibit keretakan hubungan Nasdem dan PDIP sudah terbaca jauh sebelum itu. Tepatnya sejak Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP dikunjungi Prabowo Subianto dan bersantap bersama dengan menu nasi goreng.
Setelah itu Surya pun bermanuver bertemu dengan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta yang diusung Gerindra dan PKS. Ketika tanda-tanda Prabowo makin menguat diajak Jokowi masuk kabinet, Surya bahkan menggertak akan jadi partai oposisi.
Namun gertakan itu seakan sirna ketika tiga kursi menteri telah sah jadi milik Nasdem. Ternyata tidak sepenuhnya gertakan itu hilang. Hal ini terlihat ketika Nasdem seminggu setelah pelantikan menteri, menjalin hubungan khusus, katakan saja hubungan TTM (teman tapi mesra) dengan partai yang yang sangat tegas berdiri di pihak oposisi, yakni PKS.
Kemesraan itu tergambar dari foto-foto yang menghiasi berbagai media massa yang memberitakan pertemuan Surya Paloh yang didampingi pengurus inti partai Nasdem dengan Sohibul Iman, Ketua Umum PKS yang juga didampingi petinggi partai.
Pertemuan dimaksud berlangsung Rabu siang (30/10/2019) di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Saat jumpa pers setelah pertemuan, Surya tanpa canggung memperlihatkan kemesraan dengan merangkul Sohibul.
Tak ayal lagi, banyak pengamat politik yang menafsirkan Nasdem memainkan politik dua kaki. Satu kaki di koalisi pemerintah, dan satu kaki lagi di kubu oposisi.
Wakil Sekjen PDIP, Arif Wibowo, langsung bereaksi. Dilansir dari tempo.co  (31/10/2019), Arif mengingatkan agar partai-partai di koalisi Jokowi-Ma'ruf berkomitmen mendukung pemerintah dan tidak bermain politik dua kaki.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Nasdem, Lestari Moerdijat membantah bahwa partainya bermain politik dua kaki. Pertemuan Surya Paloh dengan partai oposisi itu, ujar Lestari, hanya sebagai bentuk silaturahmi.
Lestari menambahkan bahwa Nasdem sudah sejak awal menyatakan total mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Tapi total tidak berarti kami tidak bisa menjadi mitra yang kritis konstruktif di parlemen, lanjut Lestari.
Memang menjadi tidak jelas kerjasama seperti apa yang terjadi antara Nasdem dan PKS. Apakah bila ada suatu isu yang memunculkan kritik atas kebijakan pemerintah, materi kritik dari Nasdem akan senada dengan PKS?Â
Hanya gaya penyampaian kritiknya yang barangkali berbeda. Kritik Nasdem dikemas berupa masukan bagi pemerintah, sedangkan PKS bergaya lebih keras berupa "pukulan" yang menjatuhkan.Â
Tapi apakah memang seperti itu? Perlu kita tunggu perkembangan berikutnya. Namun sangat mungkin pula hanya sebagai pemanasan buat menghadapi pilpres 2024.
Kalau nantinya kubu Gerindra-PDIP akan ditantang kubu Nasdem-PKS, tentu akan mengubah peta politik. Bila itu terjadi, sebaiknya partai lain membuat kubu ketiga, agar masyarakat tidak terbelah dua secara frontal.
Terlepas dari pro dan kontra atas gaya politik Nasdem, ada yang bilang tidak etis, tapi juga ada yang bilang sebagai langkah yang cerdas, masyarakat semakin paham bahwa politik itu penuh intrik. Makanya terhadap partai atau tokoh tertentu, sebaiknya jangan terlalu fanatik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H