Memang ada dua orang menteri yang baru dilantik yang punya kaitan dengan Papua. Pertama, ada nama Wishnutama yang tercatat lahir di Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, 43 tahun lalu. Bos Net TV ini terpilih jadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Kedua, Bahlil Lahadalia, juga berusia 43 tahun, yang besar di Jayapura, namun lahir dan berasal dari Banda, Maluku Tengah. Bahlil yang pernah jadi sopir angkot itu, ditunjuk jadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Namun jelas bahwa kedua menteri di atas tidak bisa disebut sebagai representasi putra Papua di Kabinet Indonesia Maju. Wishnutama bukan orang Papua meskipun lahir di sana.
Sebaliknya, walaupun telah menganggap diri sebagai orang Papua karena besar dan berkarir di sana, secara etnis, Bahlil adalah orang Maluku. Tapi mungkin warga Maluku pun merasa tidak terwakili, karena Bahlil seperti menumpang lahir saja di Banda.
Maka bolehlah kalau ditafsirkan setelah beberapa periode Papua selalu mendapat "jatah" menteri tanpa terputus, kali ini harus ikhlas bahwa tanpa ada orang Papua pun, pembangunan di Papua tetap akan berlanjut.
Pada Kabinet Kerja yang lalu, menteri asal Papua betul-betul luar biasa, karena seorang wanita, Yohana Yembise, mencatatkan namanya sebagai wanita Papua pertama yang menjadi menteri.
Sebetulnya suku Minang yang juga punya tradisi selalu punya wakil di kabinet, kali ini boleh jadi kecewa. Tapi masih ada satu orang kelahiran dan besar di Jakarta yang berdarah Minang, Arifin Tasrif yang menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Belum lagi kalau kita bicara suku yang memang dari dulu pun tidak pernah atau jarang sekali punya wakil di kabinet. Tak usah ditulis di sini suku apa yang dimaksud, karena gampang kok melacaknya.
Hari ini, Jumat (25/10/2019) direncanakan Presiden Jokowi akan melantik para Wakil Menteri (Wamen). Terlepas dari apakah mereka yang nantinya terpilih berasal dari partai politik atau profesional, mudah-mudahan masalah keterwakilan daerah menjadi salah satu pertimbangan.
Namun bagaimanapun juga jelas tak mungkin Presiden Jokowi mengambil keputusan yang bisa membahagiakan semua orang.
Hanya saja sebaiknya masalah keterwakilan daerah ini janganlah dibesar-besarkan. Kecewa untuk sesaat, silakan saja. Setelah itu berpikirlah dengan jernih, dan mencoba memaklumi bahwa ada ratusan suku di negara kita, tentu sangat tidak mungkin semuanya tertampung di kabinet.
Pada dasarnya seorang yang berasal dari daerah atau suku tertentu, bila terpilih menjadi menteri, jelas harus adil dalam memberi perhatian ke seluruh penjuru Indonesia.Â
Tidak boleh seorang menteri memberi keistimewaan ke suatu daerah, misalnya dengan membangun proyek monumental, hanya semata-mata karena daerah itu adalah kampung halamannya.Â
Sudah bukan saatnya kita masih berpikir secara primordial. Janganlah kita menyukai atau membenci seorang pejabat publik hanya karena etnisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H