Pada breaking news Kompas TV, Kamis malam (10/10/2019), Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa peristiwa ditikamnya Wiranto adalah yang pertama kali dialami pejabat kita.
Tentu Jusuf Kalla punya alasan untuk menyatakan hal tersebut. Tapi bila ditelusuri kembali pemberitaan di media massa, 19 tahun lalu, seorang pejabat tinggi negara pernah dibacok oleh seseorang yang masuk ke halaman rumahnya.
Ditikam tentu berbeda secara teknis dengan dibacok. Demikian pula tempat kejadian perkara (TKP)-nya, di tengah kerumunan orang seperti yang dialami Wiranto tentu berbeda dengan di rumah sendiri.
Jadi tidak perlu kita perdebatkan apakah musibah yang menimpa Menko Polhukam Wiranto tersebut kejadian pertama dalam sejarah kita atau bukan.Â
Hanya saja, dari seorang narasumber yang dihubungi Kompas TV dalam perbincangan terkait penikaman Wiranto itu, menjelaskan bahwa Wiranto bukan yang pertama.Â
Kasus pembacokan Matori Abdul Djalil yang terjadi tahun 2000 disebutkan sang narasumber sebagai yang pertama. Bahkan kalau juga dihitung sejumlah percobaan pembunuhan yang gagal terhadap Presiden Sukarno, membuktikan bahwa serangan secara fisik, telah lama menjadi ancaman bagi para pejabat kita.
Maka sebetulnya bila kita melihat betapa banyak tenaga keamanan, baik yang berseragam dan mudah dikenali, maupun yang menyelinap berpakaian bebas tanpa dikenali, di sekitar seorang pejabat tinggi negara, tergolong wajar.
Meskipun sebagian orang mungkin menilai terlalu banyaknya tenaga pengamanan seorang pejabat sebagai pemborosan dan tidak merakyat, namun memang begitu standar prosedurnya di negara manapun juga.
Tapi bila dibandingkan dengan negara lain, sebagai contoh di India dan Pakistan di mana perdana menterinya pernah menjadi korban pembunuhan, Indonesia relatif lebih aman.
Sekadar untuk mengingat kembali, Matori Abdul Djalil adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang pernah menjadi Menteri Pertahanan saat Megawati menjadi Presiden (2001 sampai 2004).
Saat menjadi korban pembacokan, tepatnya pada tanggal 9 Maret 2000, Matori menjabat sebagai Wakil Ketua MPR (1999-2001).