Saat itu Perspektif sudah terkesan sangat berani, meskipun bila dibandingkan dengan acara talk show sekarang, masih kalah berani. Tapi begitu Soeharto tumbang, meskipun Perspektif tidak bertahan lama, berbagai acara sejenis pun bermunculan.
Dulu Wimar Witoelar belum berani tayang secara live. Namun dengan diskusi secara jernih, pertanyaan yang spontan dan jawaban yang juga spontan tanpa diedit, Wimar turut memberikan pendidikan politik bagi pemirsa.
Untuk masa mendatang, agar acara talk show lebih bermanfaat, pihak yang bertanggung jawab dalam mengangkat acara ini perlu melakukan sejumlah pembenahan, terutama menyangkut siapa pembicara yang layak ditampilkan.
Tokoh senior sekelas Emil Salim, boleh-boleh saja tampil, namun harusnya tidak disatupanggungkan dengan politisi muda yang portofolionya sudah diketahui sebagai temperamental.
Demikian pula figur-figur muda yang gampang terpancing emosinya harusnya di-briefing dulu sebelum tampil tentang etika dalam berdebat.
Terhadap mereka yang berkali-kali terbukti melanggar etika, setelah diberikan peringatan, namun tidak memperbaiki diri, ada baiknya di-black list.
Jika penyelenggara acara gagal mengambil langkah perbaikan, tidak ada salahnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisiatif untuk bertindak dengan menegur pihak manajemen stasiun televisi.
Ya kita tahu KPI terlalu sibuk mengamati acara talk show dengan genre lain, yakni yang berbau gosip artis. Demikian pula sinetron yang tidak bermutu masih saja ditayangkan banyak stasiun televisi. Tapi KPI sesekali juga harus peduli dengan talk show politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H