Tak heran banyak politisi muda yang sering tampil dalam berbagai acara talk show, melenggang ke Senayan Jakarta, tempat anggota DPR berkantor, karena meraup suara yang mencukupi saat pileg yang lalu.
Pertanyaannya sekarang, okelah pihak stasiun televisi dan politisi sama-sama diuntungkan, tapi apakah perlu acara seperti itu dipertahankan kalau akhirnya memberi contoh buruk bagi masyarakat?
Disebut contoh buruk, karena betapa orang tua seperti Emil Salim dibentak-bentak yang ditonton jutaan rakyat, kasihan sekali bukan?
Nah, tulisan ini bermaksud menyampaikan bahwa bagaimanapun juga acara talk show tetap diperlukan. Alasannya, inilah salah satu sarana pendidikan politik bagi masyarakat.
Masyarakat akan mendapatkan berbagai pandangan atas topik aktual. Masyarakat juga dapat mengetahui bagaimana suatu kebijakan pemerintah diambil dan siapa tokoh di balik layarnya.
Ada manfaat mulia lainnya yaitu masyarakat secara tidak langsung bisa mengawasi bagaimana implementasi dari suatu kebijakan, karena hal ini termasuk yang sering menjadi topik perdebatan.Â
Sayangnya tujuan mulia ini belum terwujud dengan baik. Namun ada angin segar karena aspirasi masyarakat bila tidak diserap oleh wakil rakyat di parlemen, akan diperjuangkan oleh organisasi masyarakat, atau bahkan melalui petisi bergulir melalui media sosial.
Bila nantinya masyarakat semakin cerdas secara merata, logikanya akan berdampak pada hasil pileg atau pilkada. Mereka yang terpilih harusnya tidak saja yang berpengetahuan luas, tapi yang lebih penting juga punya sikap dan kepribadian yang baik, antara lain terlihat dari penampilan di talk show.
Jelas bukan, kenapa talk show perlu dipertahankan. Perlu diingat, acara tersebut acuannya adalah apa yang telah lama ditayangkan di Amerika Serikat, negara yang mengaku sebagai kampiun demokrasi.
Namun di negara kita, baru ketika reformasi bergulir, acara seperti itu mendapat tempat. Jangan harap menelusuri acara sejenis yang menjadi produk televisi di era Soeharto. Tak akan ketemu.
Memang, seorang Wimar Witoelar yang menjadi pelopor tayangan talk show di Indonesia melalui acara bertajuk "Perspektif" bekerja sama dengan SCTV, telah memulai pada penghujung pemerintahan Soeharto.