Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Antisipasi Datangnya Resesi, Betulkah "Cash is The King"?

5 November 2019   10:10 Diperbarui: 5 November 2019   18:00 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. washingtonpost.com

Perusahaan banyak yang bangkrut. Kredit macet di bank melonjak tak terkendali. Perusahaan akan melego asetnya dengan harga murah. Aset yang jadi agunan dari peminjam yang menunggak, oleh bank akan dilelang.

Pada saat seperti itulah mereka yang punya fresh money mampu membeli aset dengan harga sangat murah. Mereka yang melego asetnya akan memilih pembeli yang mau membayar secara tunai ketimbang menjual dengan harga yang lebih tinggi tapi secara kredit. 

Jadi, uang tunai betul-betul seperti raja. Bahkan kalau dalam situasi normal, tabungan sama kedudukannya dengan uang tunai karena bisa diambil sewaktu-waktu, dalam kondisi resesi bisa saja tidak bernilai.

Contohnya ketika krisis moneter melanda Indonesia 1998, banyak bank yang collapse, dan penabung di bank tersebut sangat sulit mengambil uangnya. Ketika itu belum ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seperti sekarang.

Pertanyaannya, apakah membeli saham dan aset yang dijual murah tersebut akan menguntungkan? Orang lain pada menjual, kenapa harus melawan arus dengan bertindak menjadi pembeli?

Bagi yang pernah belajar pengantar ilmu ekonomi, tentu ingat ada yang namanya konjungtur atau siklus ekonomi. Ketika siklusnya telah sampai di titik terendah seperti saat resesi, setelah itu pasti akan bergerak naik. 

Hanya memang tidak gampang mengetahui sampai level mana titik terendah itu. Saat kita menduga sudah menyentuh titik terendah, ternyata makin turun lagi. 

Makanya saham yang layak dibeli adalah saham perusahaan yang diprediksi bisa bangkit setelah resesi, seperti perusahaan yang terkait dengan bahan pangan, pakaian dan kebutuhan pokok lainnya.

Kelompok Usaha Salim Group ketika krisis moneter 1998 sangat terpukul. Banyak perusahaanya yang dilego murah, termasuk Bank Central Asia yang sekarang berpindah tangan diambil Djarum Group.

Namun ada satu perusahaan Salim, yakni Indofood yang tetap dipertahankan dan sekarang menjadi mesin uang yang membuat Salim Group kembali berkibar. 

Seorang konglomerat pernah menyampaikan pendapat dalam sebuah seminar bahwa ketika krisis moneter terjadi, harga saham terjun bebas. Ini ibarat berlian yang berserakan di jalan, tapi tak ada yang mengambil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun