Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meskipun Beringas Saat Demo, Mahasiswa Sekarang Lebih Santun Saat Kuliah

5 Oktober 2019   10:10 Diperbarui: 5 Oktober 2019   10:32 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hati-hati ya, baca doa!",  itu kalimat yang saya dengar di perpustakaan kampus tempat saya mengajar setiap Rabu. Karena saya asyik membaca buku, saya tidak tahu siapa yang mengucapkan kalimat yang simpatik itu dan ditujukan kepada siapa.

Yang pasti tentu saja itu percakapan antar mahasiswa, karena hampir semua pengunjung di perpustakaan itu adalah mahasiswa setempat. Dugaan saya, ada mahasiswa yang mau keluar kampus, dan saat pamit kepada temannya yang masih di pustaka, mendapat ucapan hati-hati tersebut.

Kalimat bernada nasehat itu sekarang memang lazim diucapkan antar teman saat mereka mau berpisah. Dulu waktu saya kuliah tahun 1980-an, kalimat seperti  itu hanya lazim diucapkan orang tua saat melepas anaknya pergi meninggalkan rumah.

Selepas dari perpustakaan, saya masuk ruang kelas sesuai dengan jadwal saya pada Rabu 25 September 2019 itu.  Saya kaget mendapati kelas hanya terisi separuh dari yang seharusnya. Mahasiswa yang perempuan alias mahasiswi, lumayan banyak yang hadir. Tapi yang laki-laki, sebagian besar tidak masuk.

Sewaktu saya tanya kepada mahasiswi kenapa banyak mahasiswa yang bolos, jawabannya karena ikut demonstrasi. Baru saya paham, ucapan hati-hati di perpustakaan tadi, kemungkinan dari mahasiswi yang melepas temannya yang mau pergi demo.

Kalau melihat tayangan di televisi, demonstrasi yang dilakukan mahasiswa di sejumlah kota, awalnya berjalan tertib. Tapi setelah itu berkembang jadi beringas, mungkin setelah ada yang memprovokasi. 

Apalagi setelah gas air mata dilepaskan aparat. Mahasiswa seperti tertantang untuk memberikan perlawanan. Tak heran bila demonstrasi menjadi tidak terkendali.

Dari berita Kompas (4/10/2019), Polda Metro Jakarta Raya menangkap 126 orang mahasiswa pasca demonstrasi yang berakhir ricuh, Senin (30/10/2019). Ada dua mahasiswa yang akhirnya ditahan karena melakukan pembakaran dan perusakan pos polisi.

Saya tak habis pikir bagaimana para mahasiswa yang dalam kesehariannya yang saya lihat di kampus, rata-rata tampil santun, lebih santun ketimbang mahasiswa di era saya kuliah dulu, ternyata bisa garang saat demonstrasi.

Kenapa saya sebut lebih santun? Soalnya setelah sejak tiga tahun terakhir ini saya aktif mengajar  sekali seminggu, karena aktivitas di kantor tidak lagi setiap hari kerja, punya kesan positif terhadap bagaimana mahasiswa berinteraksi dengan dosen.

Saya memang lama tidak terlibat di dunia kampus. Dulu, begitu saya lulus kuliah, sempat satu tahun menjadi staf pengajar. Namun setelah saya bekerja di salah satu BUMN, saya tidak lagi menginjakkan kaki di kampus, sampai mengajar kembali sejak pertengahan 2016 lalu.

Nah, ketika para mahasiswa mencium tangan saya saat mau memulai kuliah dan kembali mencium tangan lagi saat kuliah selesai, dalam hati saya bertanya, ini kampus atau sekolah? Soalnya dulu tidak lazim mahasiswa mencium tangan dosen.

Jadi tidak berlebihan bila saya menilai mahasiswa sekarang adalah anak manis. Kesimpulan tersebut juga disetujui teman-teman dosen lainnya yang mengajar di beberapa kampus.

Mereka juga berpakaian dengan lebih rapi dan sopan. Dulu saya masih mengalami mahasiswa yang berpakaian secara bebas, banyak yang kuliah pakai t-shirt dan pakai sandal. Waktu itu lagi mode para artis pria berambut gondrong yang ditiru pula oleh banyak mahasiswa.

Dari sisi religiusitas, saya juga melihat mahasiswa sekarang lebih unggul ketimbang di era saya dulu. Persentase mahasiswa yang beribadah di masjid kampus, jauh lebih ramai sekarang. 

Apalagi jika melihat jumlah mahasiswi yang berhijab yang menjadi kelompok mayoritas. Sesuatu yang pada dekade 1980-an merupakan pemandangan yang langka. 

Maka bila saat demonstrasi para mahasiswa tampil beringas, sungguh kontras dengan kesehariannya yang saya lihat. Keberingasan itu menurut saya sifatnya hanya insidentil. Mungkin terbawa suasana yang begitu ramai, mungkin juga karena ada pihak yang menangguk di air keruh yang jadi provokator. 

Mungkin pula aparat kepolisian yang mengamankan banyak yang masih muda, dengan usia tak jauh berbeda dengan para mahasiswa yang melakukan demo, sehingga sama-sama gampang terpancing emosinya.

Betapapun juga, terjadinya gelombang demonstrasi para mahasiswa yang berlangsung belum lama ini, tidak mengubah pandangan saya. Bahwa di mata saya mereka adalah mahasiswa yang santun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun