Minggu lalu dan berlanjut hingga minggu ini, sungguh menjadi hari-hari yang berat bagi Komite Pemberantasan Korupsi (KPK). Â Tanpa diajak bicara, bahkan permintaan pejabat KPK untuk beraudiensi dengan Presiden Jokowi masih belum terkabul, tahu-tahu dengan amat sigap DPR telah menyetujui rancangan revisi UU KPK dan disahkan menjadi UU yang baru.
Maka para aktivis antikorupsi pun  menganggap KPK telah mati. Mereka menggelar aksi teatrikal layaknya orang melayat musibah kematian keluarga atau kerabatnya. Karangan bunga ucapan dukacita juga banyak yang terpajang di halaman gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta.
Tapi siapa sangka, ternyata KPK dengan sisa tenaganya masih mampu menunjukkan perlawanan. Dalam kondisi sekarat, tak main-main, seorang menteri ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Seperti yang banyak diberitakan media massa, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrowi, menjadi tersangka dalam kasus pengucuran dana hibah ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), karena diduga menerima semacam commitment fee.
Menpora sudah berada di ujung pengabdiannya, mengingat bulan Oktober mendatang sudah akan dilantik kabinet baru. Memang nama Imam Nahrowi tidak lagi muncul sebagai calon menteri yang akan duduk lagi di kabinet, antara lain karena disangkutkan dengan kasus tersebut, meskipun sebelum ini hanya sebatas menjadi saksi untuk tersangka lain.
Padahal tahun lalu bintang Imam sangat bersinar dengan suksesnya Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Sukses dalam penyelenggaraan dan sekaligus juga sukses dalam prestasi atlet Indonesia. Banyak pihak yang berkontribusi dalam Asian Games tersebut, tapi jelas peranan Menpora sangat strategis.
Sekarang, meski jabatannya tinggal menghitung hari, Imam dan jajarannya masih disibukkan dengan mempersiapkan kontingen Indonesia untuk SEA Games yang akan berlangsung akhir tahun ini di Manila, Filipina. Jangan sampai prestasi yang sudah bagus, kembali anjok dan kalah bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara yang di Asian Games 2018 peringkatnya di bawah Indonesia.
Nah, makanya boleh saja ada yang mempersoalkan kenapa KPK baru mengumumkan penetapan Menpora menjadi tersangka pada hari Rabu (18/9/2019) kemarin, ketika KPK masih gaduh dengan munculnya dua kelompok pendemo, yang mendukung ketua KPK yang baru terpilih sekaligus pro revisi UU KPK dan kelompok yang meratapi "kematian" KPK.
Menarik pula memperhatikan bahwa yang mengumumkan adalah Alexander Marwata, satu-satunya unsur pimpinan KPK periode sekarang yang sudah mau berkhir masa baktinya, yang terpilih kembali untuk periode berikutnya.Â
Perlu diketahui, minggu lalu tiga orang pimpinan KPK telah menyerahkan kembali mandat penugasannya ke Presiden Jokowi, namun ternyata ketiga orang tersebut masih tetap bertugas seperti biasa. Jadi dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa tidak ada perbedaan penilaian terhadap keterlibatan Imam Nahrowi dalam kasus yang menjeratnya, antara 3 orang pimpinan KPK yang sudah siap-siap mengakhiri tugas dengan salah seorang pimpinan yang kembali terpilih.
Jadi, KPK seperti hendak mengatakan bahwa meski ada upaya pihak lain untuk memperlemah KPK, KPK tetap kokoh dan masih punya nyali untuk "melawan". Hanya saja kenapa timing penetapan tersangka dipilih setelah revisi UU KPK disahkan?
Apakah karena kebetulan pemeriksaan atas nama Imam Nahrowi memang baru saja dituntaskan, atau memang disengaja untuk mencari waktu penetapan yang dirasa tepat oleh pimpinan KPK?
Siapa tahu pada waktu sebelumnya pemeriksaan tersebut sudah tuntas, namun KPK merasa tidak tepat waktunya bila diumumkan ke publik karena bertabrakan dengan hebohnya berita revisi UU KPK dan pelaksanaan wawancara calon pimpinan KPK oleh DPR.
Atau siapa tahu, mungkin pemeriksaan tersebut belum tuntas, namun mengingat pimpinan KPK sekarang tinggal punya waktu yang amat terbatas, langsung ngebut agar tidak punya utang pekerjaan lagi untuk kasus yang tergolong besar.
Ingat dulu di akhir periode kepemimpinan Abraham Samad, KPK juga membuat pengumuman yang sangat berani dengan menetapkan Budi Gunawan, calon Kapolri ketika itu, sebagai tersangka. Budi Gunawan memilih melawan dengan mengajukan pra peradilan dan dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.Â
Dengan demikian penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka dinilai tidak sah dan tidak bersifat mengikat secara hukum (bbc.com, 16/2/2015). Adapun Imam Nahrowi tidak terdengar rencananya mengajukan pra peradilan, namun akan mengikuti proses hukum yang berlaku untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Kebetulan atau bukan, satu kesimpulan yang dapat kita tarik, bahwa KPK ternyata belum dan tidak mau mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H