Tapi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tak bisa mengabaikan bahwa jumlah penderita penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) meningkat tajam. Makanya banyak warga kota yang mengungsi ke tempat kerabatnya di kota lain yang tidak terpapar asap.
Saya mendapati kota yang sepi. Para pedagang di pinggir jalan terlihat melamun menunggu pembeli. Jalanan yang biasanya macet sekarang dilalui dengan lancar.Â
Berhubung perut saya mulai lapar, saya singgah dulu di restoran Ampera yang punya kapasitas tempat duduk yang banyak. Memang kata kerabat saya yang menjemput saya ke bandara, restoran yang menyediakan masakan Minang ini biasanya dipenuhi pelanggan.Â
Namun ketika saya masuk, meskipun masih jam 7 malam, waktu ideal untuk makan malam, dari sekitar 25 meja (masing-masing punya 6 sampai 8 kursi), yang terisi hanya 2 meja.Â
Sehabis makan, saya putuskan langsung menuju rumah adik saya yang lagi kosong, kecuali seorang asisten rumah tangga yang menunggui rumah. Dari kilauan lampu jalan, masih terlihat kabut tebal, tak kondusif untuk melakukan kegiatan, lebih baik istirahat.
Paginya sewaktu saya keluar rumah, masih saja kota diselimuti kabut asap. Jarak pandang agaknya sekitar 70 meter saja. Lebih jauh dari itu hanya tampak remang-remang.Â
Tujuan pokok saya ke Pekanbaru adalah menemui seseorang yang telah menyapakati bertemu di Sabtu jam 9 pagi. Dari balik kaca mobil terlihat kabut semakin tebal.
Sampai di lokasi pertemuan yang terletak di batas kota, tapi sudah masuk Kabupaten Kampar, saat keluar mobil, saya mulai sedikit batuk. Mobil yang baru dicuci kembali berdebu.Â