Demikian juga setting komplek pabrik, rumah para buruh, stasiun kereta api yang jadi gudang gerbong kereta rongsokan, gang kecil di kawasan kumuh dengan latar belakang gedung pencakar langit, lumayan menarik bagi saya. Apalagi dengan warna yang cenderung hitam atau kelabu yang menggambarkan kesuraman.
Jadi menurut saya Gundala adalah langkah awal yang baik bagi munculnya industri film superhero ala Indonesia. Film yang sekarang diputar lebih sekadar perkenalan, bagaimana seorang Sancaka yang diperankan Abimana Aryasatya, yang menjadi yatim piatu sejak kecil dan tumbuh menjadi anak jalanan, berproses menjadi Gundala.Â
Dengan kesaktiannya Gundala menjadi pahlawan dalam melawan ketidakadilan. Namun karena film pertama baru pada tahap perkenalan, rasanya akan lebih teruji kehebatannya pada film-film Gundala berikutnya yang diharapkan tumbuh sebagai industri baru dengan label Bumilangit Cinematic Universe.
Apakah Gundala akan sefenomenal superhero Amerika? Apakah yang sekarang ramai hanya karena orang-orang pada penasaran saja? Waktulah yang akan menentukan dan tentu menarik untuk ditunggu.
Namun kalau boleh mengimbau, kita perlu belajar mengapresiasi karya kreatif, termasuk film, produksi negeri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H