Dan harus diingat pula, kalaupun lagi buka kantin, lamanya melayani pelanggan hanya 20 menit yakni selama istirahat pertama sekitar jam 9.30. Pada istirahat kedua di SMK tersebut siswa dibolehkan keluar pagar sekolah sehingga banyak yang ke luar buat merokok.
SMK ini yang punya siswa sekitar 1.500 orang, memang mayoritas laki-laki karena SMK-nya di bidang teknik, zaman dulu disebut STM. Makanya banyak yang "membakar" uang jajannya.Â
Jadi selama 20 menit itulah para siswa memburu kantin. Jika satu kantin kebagian seratus siswa saja, sudah menggembirakan buat pedagang.
Tapi jangan bayangkan omzetnya besar, kata Uni Eli. Soalnya uang saku siswa yang tersisa setelah dipotong ongkos angkot, biasanya sebanyak Rp 10.000.Â
Makanya harga seporsi makanan rata-rata adalah Rp 5 ribu sampai 6 ribu. Air putih gratis, tapi banyak siswa yang menyeduh minuman dalam kemasan seharga Rp 3 ribu hingga 4 ribu. Makanan yang dijual antara lain bakmi, bubur, sate, dan soto.
Saya sungkan bertanya berapa keuntungan Uni Eli setiap hari. Tapi dugaan saya berkisar Rp 100.000 hingga 150.000. Apakah itu jumlah yang besar atau kecil? Terserah penilaian masing-masing orang. Yang jelas Uni Eli merasa bersyukur.
O ya ada hal positif lainnya yang saya lihat di kantin itu. Terpampang beberapa poster tentang bagaimana memilih jajanan yang sehat yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh.
Tentu kalau siswa dan pedagang mengikuti petunjuk pada poster itu, masalah jajanan sehat yang masih langka di banyak sekolah, di SMK 2 Payakumbuh dapat terpenuhi dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H