Waktu saya kesulitan dalam mencari taksi untuk pulang ke rumah dari bandara Halim pun, sebetulnya di dompet saya ada uang yang lebih dari cukup untuk membayar taksi reguler. Hanya karena antrean yang amat panjang yang bikin saya pusing.
Untunglah akhirnya setelah mencoba berkali-kali, pesanan taksi online yang saya lakukan berhasil menemukan seorang pengemudi meskipun tarif yang tertera jauh di atas tarif normal.
Ya, saya pahamlah dalam kondisi jumlah pemesan lebih banyak dari kendaraan yang melayani, sistem harga secara online akan bergerak jauh lebih mahal.
Tapi saya sepenuhnya sependapat bahwa walaupun sekarang semakin marak penggunaan sistem pembayaran non-tunai, masyarakat sebaiknya tetap membawa uang tunai. Tentu tidak harus dalam jumlah yang banyak sehingga bikin dompet tebal.
Terpikir juga bagaimana dengan tempat tertentu yang membuat aturan hanya menerima sistem pembayaran non-tunai, seperti di sebuah pusat perbelanjaan di Mangga Dua, Jakarta Utara, hanya menerima kartu dari bank tertentu untuk pembayaran parkir kendaraan.
Demikian juga di beberapa gedung parkir lainnya, yang meniru sistem pembayaran jalan tol yang telah lebih dahulu menerapkan hal ini.
Jadi, soal plan B itu tadi, sebaiknya tidak hanya konsumen yang perlu berjaga-jaga dengan tetap membawa uang tunai, pihak penjual atau penyedia jasa pun perlu juga bersedia menerima uang tunai dalam kondisi darurat, seperti saat kota Jakarta mendadak gelap gulita selama sekian jam kemarin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H