Maka kembali ke filosofi pemberian kredit, bila terjadi berdasarkan kepercayaan, semuanya kemungkinan besar akan baik-baik saja, si peminjam dan yang meminjamkankan sama-sama hepi. Kalaupun ada yang berujung dengan gagal bayar, persentasenya relatif sedikit.
Namun bila kredit diberikan atas dasar asal uang kembali dengan bunga tinggi dan menghalalkan secara cara untuk menagih, termasuk intimidasi dan mempermalukan di media sosial, ini jelas praktek yang tidak sehat.
Mereka yang terlalu gampang dapat utang, padahal masih belum melihat dari mana sumber pengembaliannya, jelas bukan cara cerdas dalam berutang. Juga bukan cara cerdas bagi pemberi pinjaman.Â
Maksudnya jangan salahkan si peminjam yang kepepet saja. Pihak pemberi pinjaman yang terkesan main tubruk semua permohonan, juga salah.
Berutang atau memberi utangan bukan soal adu nekat. Semuanya harus terukur dan terkendali bagi kedua belah pihak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI