Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sawahlunto, Kota Hantu Bekas Tambang Kini Jadi Destinasi Wisata Unggulan

9 Agustus 2019   11:30 Diperbarui: 9 Agustus 2019   12:12 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu gedung peninggalan Belanda di Sawahlunto (dok. tempo.co)

Untungnya sejak tahun 199o Kota Sawahlunto diperluas dari 7,78 km2 menjadi 273,45 km2, sehingga menjadi kota terluas kedua di Sumbar setelah Padang. 

Salah satu sentra produksi kain songket terkenal, Silungkang, yang dulunya masuk daerah kabupaten Sijunjung, sekarang masuk sebagai daerah perluasan kota Sawahlunto. Penduduknya pun bertambah menjadi sekitar 50.000 jiwa.

Sekadar perluasan kota saja kalau tidak diikuti dengan penggalian segenap potensi, juga belum berhasil menghidupkan kembali Sawahlunto. Barulah ketika era reformasi yang memungkinkan wali kota dipilih secara lebih demokratis, seorang pengusaha ibu kota asal Sawahlunto, terpanggil untuk membangun kampung halamannya.

Amran Nur, nama sang pengusaha tersebut, akhirnya dipercaya warga Sawahlunto untuk menjadi wali kota selama dua periode dari 2003 hingga 2013. Ia berhasil melakukan transformasi dengan mengubah predikat dari kota hantu menjadi destinasi wisata unggulan di Sumbar.

Amran tidak bertindak secara sendirian. Ia terlebih dahulu mengundang para pakar untuk mengkaji potensi Sawahlunto dan merumuskan konsep pariwisata yang mau diangkat. Tak ketinggalan pula Amran melakukan workshop dengan sejumlah seniman, perajin, dan pekerja kreatif yang sudah punya nama di tingkat nasional.

Setelah punya konsep yang jelas, Amran juga tidak buru-buru mengeksekusinya, melainkan melakukan soisalisasi untuk meyakinkan masyarakat bahwa kreativitas warga sangat diperlukan untuk menunjang pariwisata. Hal ini tidak semata-mata untuk meningkatkan pendapatan daerah, tapi terutama juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kompas.com (1/12/2013) menulis bahwa perajin songket dari hanya berjumlah 50 orang di tahun 2003, menjadi 700 orang pada 2013. Jenis pariwisata yang dikembangkan pun tergolong unik, yakni yang berkaitan dengan peninggalan tambang batubara, antara lain menyulapnya menjadi Museum Mbah Suro (menyusuri terowongan batubara bawah tanah), Museum Gudang Ransum dan Museum Kereta Api.

Jalur kereta api tersebut dulunya sengaja dibangun Belanda untuk keperluan pengangkutan batubara dari Sawahlunto ke pelabuhan laut Teluk Bayur di selatan kota Padang untuk seterusnya dikapalkan ke Eropa.  

Amran Nur, yang mengubah Sawahlunto (dok.tempo.co)
Amran Nur, yang mengubah Sawahlunto (dok.tempo.co)
Namun harus diakui, masyarakat kita belum terbiasa berwisata ke museum. Makanya sebagai daya tarik dibangunlah waterboom dan taman satwa di lahan reklamasi bekas tambang. Anak-anak tentu tertarik dengan objek ini dan diantarkan oleh orang tuanya. 

Sedangkan untuk menarik minat anak muda, berbagai festival berkelas nasional dan internasional diadakan di Sawahlunto. Hal ini cukup ampuh sebagai media promosi agar dilirik para wisatawan luar daerah dan mancanegara. Festival tersebut antara lain Sawahlunto International Music Festival dan Sawahlunto International Songket Carnival. 

Tour de Singkarak yang merupakan event lomba balap sepeda internasional tahunan kebanggaan Sumbar, selalu menyertakan Sawahlunto sebagai salah satu kota yang dilewati para pembalap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun