Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ketika Siaran Televisi Dapat Ditangkap di Payakumbuh

24 Agustus 2019   04:30 Diperbarui: 24 Agustus 2019   04:46 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. zonajadul.blogspot.com

Tanggal 24 Agustus adalah hari ulang tahun tiga stasiun televisi. Pertama tentu saja Televisi Republik Indonesia yang biasanya disingkat dengan TVRI. Stasiun televisi tertua di Indonesia ini resmi beroperasi 24 Agustus 1962.

Berikutnya stasiun televisi swasta pertama yakni RCTI yang diresmikan 24 Agustus 1989 yang disusul satu tahun kemudian oleh SCTV. 

Tulisan ini sengaja ditayangkan tanggal 24 Agustus untuk memperingati stasiun televisi yang berulang tahun, khususnya TVRI. Soalnya, TVRI lah yang menghiasi masa remaja saya di kota Payakumbuh, sekitar 125 km di sebelah utara kota Padang.

Kenangan saya melayang ke suatu hari di tahun 1977. Saat itu bulan puasa, sehabis salat tarawih di Masjid Muhammadiyah yang terletak di pusat kota. Untuk pulang ke rumah harus melewati kantor bupati.

Namun saya melihat kerumunan orang di halaman kantor itu, tepatnya di depan sebuah kotak ajaib yang sengaja ditarok agak tinggi sehingga orang-orang melihatnya dengan menengadah.

O ini yang namanya televisi, kata saya dalam hati. Seingat saya yang lagi ditayangkan waktu itu adalah lagu-lagu religi dari kelompok Bimbo.

Saya langsung terkesima. Selama ini hanya mendengar lagu dari radio atau pita kaset, sekarang melihat langsung pertunjukan penyanyi di atas panggung dari layar kaca. Meski warnanya hanya hitam dan putih saja, tapi sudah sangat menghibur.

Sesampai di rumah,  pengalaman luar biasa itu saya ceritakan kepada orang tua dan saudara saya. Besoknya makin banyak orang yang sengaja menonton televisi di depan kantor bupati.

Waktu itu televisi belum siaran 24 jam seperti sekarang. Kalau tidak salah hanya dari jam 16.30 sampai sekitar jam 11 malam. Namun yang di kantor bupati baru dihidupkan sekitar jam 8 malam seusai salat tarawih.

Euforia nobar di kantor bupati hanya berlangsung sekitar satu sampai dua bulan saja. Karena orang yang punya uang sudah mulai memiliki televisi sendiri. Awalnya harus membeli ke Padang, namun tidak lama kemudian muncul toko elektronik yang menjual televisi di Payakumbuh.

Tante saya yang juga sekaligus tetangga, termasuk cepat bertindak untuk membeli televisi. Saya setia nebeng nonton di rumah itu.  Jangan heran waktu itu antena televisi sangat tinggi pakai batang bambu, mungkin sekitar 25 meter. 

Acara malam tahun baru melepas tahun 1977 dan menyambut 1978 menjadi acara yang berkesan. Saat itulah Warkop Prambors (kelak ganti nama jadi Warkop DKI) pertama kali melawak di layar kaca.

Kemudian pada tahun 1978 saya sangat menikmati siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia. Mario Kempes dan Ardiles, saat itu menjadi bintang Argentina. 

Siaran langsung  pertandingan bulutangkis juga tidak saya lewatkan. Apalagi waktu itu Indonesia lagi jaya-jayanya, terutama untuk putra yang tampil meraih Piala Thomas. Sedangkan untuk wanita, Jepang menjadi saingan yang mengalahkan kita di Piala Uber.

Satu lagi yang saya ingat adalah siaran langsung pertandingan tinju, antara petinju legendaris Muhammad Ali dengan (kalau tidak keliru) Joe Frazier.  Karena mainnya siang hari WIB dan saat itu hari sekolah, guru dan murid diam-diam menonton menyebar di beberapa rumah dekat sekolah yang punya televisi.

Ayah saya sendiri baru punya televisi di tahun 1979. Itupun pakai sandiwara terlebih dahulu karena ibu tidak setuju ayah membeli televisi. Banyak kebutuhan lain yang lebih penting dan kami bukan keluarga yang berada.

Tapi ayah yang sudah menabung setiap hari menyisihkan hasil penjualan di toko sepatu yang menjadi sumber penghasilan, tidak kehilangan akal untuk mendapatkan televisi.

Tiba-tiba datang surat dari adik ayah yang tinggal di Jakarta yang mengatakan ada hadiah televisi yang dimenangkannya dan akan dikirim ke Payakumbuh. Rahasia ini baru terkuak belakangan, bahwa sebenarnya ayah sendiri yang membeli televisi.

Sejak itu kami tidak perlu nebeng lagi nonton televisi di rumah tetangga setiap malam. Begitulah nostalgia saya dengan televisi yang sekarang justru tak lagi dilirik para remaja, kalah bersaing dengan smartphone.

. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun