Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Betulkah Jokowi Ibarat Kacang Lupa Kulitnya?

27 Mei 2019   18:17 Diperbarui: 27 Mei 2019   18:47 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan hidup memang penuh misteri. Seperti yang saya alami, setelah 10 tahun berkarir di kantor pusat sebuah perusahaan milik negara, saya dipindahkan ke kantor wilayah di Denpasar, Bali.

Karena dari info rekan yang saya gantikan, saya diberikan fasilitas mendiami rumah dinas yang relatif besar, saya merasa perlu mengajak seorang keponakan yang kebetulan belum mendapatkan pekerjaan, biar ada teman.

Pendek cerita, saya hanya 2 tahun berdinas di Bali, lalu kembali dipindahkan ke kantor pusat. Namun si keponakan merasa betah di Bali, meskipun harus mencari kos-kosan di Kuta, dekat hotel tempatnya bekerja.

Sekarang, belasan tahun setelah itu, si keponakan yang karirnya cukup menonjol, akhirnya memutuskan membuat usaha sendiri menangani paket wisata di Bali.

Meskipun saya yang "membuka jalan", saya tidak berani sesumbar mengatakan bahwa tanpa bantuan saya, si keponakan tidak akan sukses seperti sekarang.

Saya menganggap begitulah kehendak Tuhan. Saya sekadar membawa ia ke Bali, itupun dengan niat agar saya ada teman. Bahwa ia sukses berkiprah di Bali, lebih banyak karena usahanya sendiri.

Jadi, kalau sekarang si keponakan sangat jarang bersilaturahim dengan saya, sedikitpun tak terbayang di benak saya untuk menilai ia sebagai kacang lupa sama kulitnya.

Nah, kisah di atas saya cukupkan sebegitu saja. Kisah berikut tidak ada lagi kaitan apa-apa dengan kisah di atas, karena berbeda konteks seperti bumi dan langit. Kalaupun ada sedikit kesamaan, hanya menyangkut penggunaan pepatah: "ibarat kacang lupa dengan kulitnya".

Siapa yang tidak berdecak kagum dengan karir politik seorang Joko Widodo atau lebih terkenal dengan nama Jokowi? Belum ada dalam sejarah Indonesia, seorang yang merangkak dari bawah, berhasil jadi RI-1, bahkan untuk dua periode. 

Jokowi memulainya dari jabatan Wali Kota Solo, berlanjut ke Gubernur DKI Jakarta, baru bercokol di Istana Negara. Hebatnya, Jokowi bukanlah ketua umum partai.

Loncatan terbesar yang dilakukan Jokowi adalah saat berani hijrah dari Solo ke ibu kota, menerima pinangan dari beberapa pihak yang diinisiasi oleh Partai Gerindra agar Jokowi mau ikut kontestasi pilgub DKI pada tahun 2012. 

Padahal waktu itu, awalnya PDI-P sendiri sebagai partai tempat Jokowi bernaung cenderung mengusung petahana Fauzi Bowo. Tentang hal ini detik.com (22/1/2019) menulis bahwa Prabowo bolak balik menemui Megawati Soekarnoputri membujuk agar PDI-P mendukung Jokowi di pilgub DKI. 

Nah, di kemudian hari ternyata Jokowi harus berhadapan dengan Prabowo sebanyak dua kali di pilpres 2014 dan 2019. Terdengar pula suara, tentu dari pendukung Prabowo, bahwa Jokowi ibarat kacang lupa dengan kulitnya.

Apakah Jokowi memang melupakan jasa Prabowo? Persepsi publik bisa berbeda-beda, ada yang bilang iya, ada yang bilang tidak. Namun kalau melihat pernyataan Jokowi yang sangat menginginkan bertemu dengan Prabowo untuk melakukan rekonsiliasi, di samping saat debat pilpres pernah pula menyatakan bahwa hubungan persahabatannya dengan Prabowo tak akan pernah putus, menyiratkan bahwa beliau bukan kacang yang lupa kulit.

Namun harus diakui Jokowi tidak gampang untuk bisa bertemu dengan Prabowo. Kehendak sejarah memang membuat Jokowi harus bersaing dengan orang yang pernah berjasa dalam karir politiknya.

Secara profesional hal tersebut harus diterima sebagai hal yang wajar, karena tak ada koalisi yang abadi dalam politik. Tapi bagaimana kondisi persahabatan yang bersemayam di hati masing-masing, Jokowi dan Prabowo, tentu beliau berdua dan Tuhan yang tahu.

Memang bulan madu kerjasama Prabowo dan Jokowi berlangsung terlalu cepat, karena Jokowi menjabat gubernur selama dua tahun saja, setelah itu menjadi pesaing yang berhasil mengalahkan Prabowo.

Bisa jadi tidak ada faktor permusuhan secara pribadi antar Jokowi dan Prabowo, sehingga pepatah ibarat kacang lupa pada kulitnya mungkin tidak relevan untuk konteks ini. 

Tapi masalahnya menjadi pelik karena kepentingan berbagai kelompok yang ada di belakang Jokowi dan yang ada di belakang Prabowo, tentu berbeda-beda dan bahkan mungkin saling bertentangan. 

Jadi masalah di atas tak bisa disederhanakan jadi masalah pribadi, di mana seperti cerita pengalaman saya di awal tulisan ini faktor keikhlasan menjadi kunci dalam hubungan antar dua individu. Namun apakah ada keikhlasan dalam politik? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun