Kota Depok, Jawa Barat, dahulu terkenal dengan julukan kota pegawai karena saking banyaknya pegawai yang menghuni perumahan Perumnas Depok. Inilah cikal bakal yang menghidupkan Depok.
Depok menjadi proyek percontohan, bagaimana Perumnas, sebuah perusahan milik negara yang menyediakan perumahan secara massal, berhasil menuntaskan proyek Depok 1 dan Depok 2 pada separo terakhir dekade 1970-an sampai separo pertama 1980-an.
Sekarang Depok lebih terkenal sebagai kota pendidikan, tempat universitas bergengsi berkampus, Universitas Indonesia (UI). Di samping itu juga ada universitas swasta papan atas, Gunadarma, dan beberapa perguruan tinggi lain.Â
Akibatnya wajah kota menjadi lebih "muda" karena banyaknya fasilitas apartemen dan kos-kosan, restoran, pusat kebugaran, bioskop di dalam mal, toko buku, dengan sasaran puluhan ribu mahasiswa.
Maka dengan berbagai kesibukannya, wajah Depok pun telah bersalin rupa dari sebuah kota kecil menjadi kota metropolitan, tak kalah dengan ibukota Jakarta.
Nah, bagi yang pernah ke kota tersebut, pasti kenal sebuah jalan besar yang membelah pusat kota dan hampir selalu macet, yang dinamakan Jalan Margonda.Â
Jalan Margonda merupakan jalan protokol sepanjang sekitar 3 km mulai dari gerbang masuk Depok dari arah Pasar Minggu Jakarta, yang juga menjadi kawasan kampus UI sampai ke Balai Kota Depok.
Awalnya banyak yang mengira Margonda tersebut sejenis akronim seperti di Jakarta ada jalan Benhil (Bendungan Hilir) atau Karbela (Karet Belakang). Di berbagai kota di Jawa Barat juga ada nama jalan Tuparev (Tujuh Pahlawan Revolusi).
Namun dari sebuah situs berita, okezone.com (28/4/2019) yang menulis tentang Margonda, baru ketahuan kalau Margonda adalah seorang pahlawan asal Bogor yang meninggal dalam suatu pertempuran melawan Belanda di Depok. Kota Depok sebelum menjadi kota otonom adalah bagian dari Kabupaaten Bogor.
Menurut situs tersebut, dalam rangka hari ulang tahun ke 20 Kota Depok, Dandim 0508 Depok Letkol Inf Eko Syah Putra Siregar mempersembahkan buku berjudul "Margonda, Pahlawan Tanpa Pusara" di halaman Balai Kota Depok (27/4/2019).
Ceritanya, pada bulan November 1945 Depok jatuh ke tangan tentara NICA. Pada tanggal 16 November 1945 sejumlah pemuda, termasuk Margonda, bertempur untuk merebut Depok dari tentara NICAÂ
Sayangnya, Margonda gugur bersama ratusan pemuda pejuang lainnya di Kali Bata Depok, sebuah sungai yang bermuara ke Kali Ciliwung. Pusara tempat pemakaman Margonda tidak ditemukan sampai sekarang.
Sebagai penghargaan bagi perjuangan Margonda, namanya diabadikan untuk nama jalan utama di Depok. Mudah-mudahan, paling tidak warga Depok dan sekitarnya, bisa mengenal sepak terjang Margonda, yang sebagai nama jalan mungkin setiap hari dilewati warga kota tersebut.
Sebetulnya, masing-masing kota juga punya pahlawan lokal yang bila namanya tidak diabadikan, di antaranya sebagai nama jalan di kota sang pahlawan dulu berjuang, akan terlupakan oleh generasi berikutnya.
Betapa banyak para pahlawan tanpa pusara dan terlupakan di seluruh penjuru nusantara. Semuanya demi berdiri kokohnya NKRI yang bersatu, terlepas dari cengkeraman penjajah.
Maka ironis sekali bila sekarang sebagian elemen bangsa saling berhadap-hadapan, mengumbar rasa permusuhan yang sekaligus mencabik-cabik persatuan yang sudah susah payah direkat oleh para pahlawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H