Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Ancaman Cak Imin ke Jokowi Ternyata Bukan Gertak Sambal

18 April 2019   13:24 Diperbarui: 19 April 2019   10:00 6248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita seputar pilpres masih mendominasi media massa dan media sosial. Tapi bagi politisi sebetulnya yang diamatinya bukan semata kemenangan capres yang diusung partainya, tapi terlebih lagi seberapa banyak partainya meraup suara di pileg.

Khusus untuk politisi dari partai pendatang baru atau partai lama yang "hidup"kembali, justru yang terpenting adalah apakah suara yang diperoleh partainya mampu meloloskannya dari treshold yang berlaku agar eksistensinya bisa berlanjut.

Nah, dari hasil hitung cepat yang ditayangkan banyak stasiun televisi, kita tak usah bahas pilpres karena kemenangan sudah dalam genggaman paslon Jokowi-Ma'ruf. Tapi mari kita lihat posisi empat besar parpol, yang terdiri dari PDI-P, Gerindra, Golkar dan PKB.

PDI-P dan Gerindra bolehlah disebut partai yang mendapat keuntungan "ekor jas" karena punya kader yang menjadi paslon di pilpres. Golkar dan PKB adalah pengusung Jokowi yang terbukti juga jitu stratreginya.

Namun Golkar sebetulnya boleh disebut partai yang plin-plan, karena pada pilpres 2014, calon yang diusungnya Prabowo-Hatta kalah. Baru kemudian Golkar membelot ke kubu Jokowi.

Harus diakui, PKB-lah partai yang jempolan karena intuisi politiknya secara konsisten terbukti amat tajam, bertahan di pusaran kekuasaan di segala cuaca sejak partai ini ikut pemilu.

Kita mulai dari Pemilu 1999, saat itu belum pemilihan presiden secara langsung. PKB meskipun menduduki peringkat 3 di bawah PDI-P dan Golkar, tapi berhasil mendudukkan Gus Dur di kursi Presiden.

Pada pemilu 2004, PKB kembali di posisi 3. Hebatnya, PKB malah tidak berkoalisi dengan PDIP yang mengusung Megawati-Hasyim Muzadi, yang nota bene Hasyim adalah Ketua Umum Nahdlatul Ulama, organisasi yang melahirkan PKB. PKB sendiri dengan cerdik merapat ke kubu SBY-JK yang akhirnya memenangi pilpres.

Berlanjut ke pemilu 2009, walaupun posisi PKB terjerembab ke peringkat 7, terburuk sepanjang sejarah partai ini, namun lagi-lagi intuisi politiknya dengan langsung merapat ke kubu SBY-Boediono, terbukti merupakan pilihan yang cerdas.

Kemudian pada pemilu 2014 PKB kembali naik posisinya ke peringkat 5 di bawah PDI-P, Golkar, Gerindra dan Demokrat. Tapi soal pilpres, PKB kali ini memilih berkoalisi dengan PDI-P untuk mengusung Jokowi-JK.

Nah, untuk pemilu tahun ini yang tinggal menunggu perhitungan KPU, sudah dapat dikatakan bahwa dengan mempertahankan dukungannya pada Jokowi membuat PKB betul-betul abadi dalam lingkaran kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun