Contohnya di Belanda yang mesin e-voting-nya pernah bocor, sehingga sejak tahun 2007 kembali menerapkan pemilu dengan sistem mencontreng. Jerman juga menghentikan e-voting sejak 2009 karena tidak adanya transparansi dalam penggunaan mesin e-voting.
Tentu kalau Komisi Pemilihan Umum serius untuk menerapkan pemilu daring, kelemahan yang terjadi di beberapa negara bisa menjadi pelajaran untuk dicarikan solusinya.Â
Boleh juga bila pada pemilu serentak tahun 2024 mendatang, khusus di beberapa provinsi yang luasnya relatif kecil dan jaringan komunikasinya bagus seperti Yogyakarta dan Bali  bisa menerapkan pemilu daring. Kalau sukses, pada 2029 diberlakukan secara nasional.
Bagaimanapun suara kaum milenial perlu didengar. Mereka yang dalam beraktivitas sehari-hari sudah terbiasa serba online, tentu wajar kalau menginginkan  pemilu yang praktis sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H