Semua bank-bank yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mempublikasikan kinerjanya yang telah diaudit oleh Akuntan Publik untuk tahun buku 2018.Â
Biasanya setelah laporan audit selesai, dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) untuk pengesahan laba tahun sebelumnya. Mengacu pada yang terjadi pada beberapa tahun terakhir sampai dengan 2018, RUPS itu berlangsung setiap bulan Maret.
Dari empat bank BUMN yang ada, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mempertahankan dominasinya sebagai bank dengan perolehan laba terbesar, bukan saja di antara sesama bank BUMN tapi juga dibandingkan bank manapun di tanah air. Perolehan laba BRI tahun 2018 tercatat sebesar Rp 32,4 triliun.
Kemudian Bank Mandiri yang juga berhasil meraup laba lumayan besar, yakni Rp 25 triliun, disusul oleh Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar Rp 15 triliun, dan Bank Tabungan Negara (BTN) sebesar Rp 3,2 triliun.
Masalahnya, kenapa sampai sekarang yang sudah memasuki minggu kedua April 2019, RUPS bank-bank BUMN masih belum digelar? Ternyata hal ini berkaitan dengan agenda pemilu serentak di bulan April ini yang perlu disukseskan, sehingga rencananya RUPS baru akan dilangsungkan setelah pemilu, mungkin pada bulan Mei 2019.
Memang pada RUPS tersebut, keputusan yang diambil tidak saja menyangkut pengesahan laba, tapi ada hal lain yang tampaknya akan lebih safe bila dilakukan setelah pemilu.Â
Hal lain dimaksud adalah tentang penetapan pengurus bank-bank BUMN tersebut, baik untuk posisi Direksi sebagai eksekutif maupun Komisaris sebagai pengawas.Â
Lalu juga tentang berapa persen dari laba masing-masing bank yang akan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham. Ini penting karena menjadi salah satu sumber penerimaan negara.Â
Seperti diketahui, meskipun keempat bank di atas telah go public yang malahan sahamnya laris diborong investor asing, namun mayoritas saham, sekitar 60 persen di masing-masing bank, masih dikuasai pemerintah. Artinya bila bank-bank itu membagikan dividen, maka yang terbesar akan masuk ke kas pemerintah.
Tapi yang paling sensitif sehingga membuat RUPS ditunda sampai setelah pemilu adalah menyangkut penetapan pengurus. Masing-masing bank rata-rata punya 10 orang direktur dan 8 orang komisaris.
Selama ini direktur sumbernya mayoritas adalah orang dalam. Jadi kalau direktur sekarang sebagian perlu diganti, biasanya dicari dari pejabat di bank tersebut yang sekarang posisinya satu level di bawah direktur, untuk dipromosikan jadi direktur.