Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

RUPS Bank-bank BUMN Digelar Setelah Pemilu

13 April 2019   10:10 Diperbarui: 14 April 2019   09:40 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua bank-bank yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mempublikasikan kinerjanya yang telah diaudit oleh Akuntan Publik untuk tahun buku 2018. 

Biasanya setelah laporan audit selesai, dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) untuk pengesahan laba tahun sebelumnya. Mengacu pada yang terjadi pada beberapa tahun terakhir sampai dengan 2018, RUPS itu berlangsung setiap bulan Maret.

Dari empat bank BUMN yang ada, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mempertahankan dominasinya sebagai bank dengan perolehan laba terbesar, bukan saja di antara sesama bank BUMN tapi juga dibandingkan bank manapun di tanah air. Perolehan laba BRI tahun 2018 tercatat sebesar Rp 32,4 triliun.

Kemudian Bank Mandiri yang juga berhasil meraup laba lumayan besar, yakni Rp 25 triliun, disusul oleh Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar Rp 15 triliun, dan Bank Tabungan Negara (BTN) sebesar Rp 3,2 triliun.

Masalahnya, kenapa sampai sekarang yang sudah memasuki minggu kedua April 2019, RUPS bank-bank BUMN masih belum digelar? Ternyata hal ini berkaitan dengan agenda pemilu serentak di bulan April ini yang perlu disukseskan, sehingga rencananya RUPS baru akan dilangsungkan setelah pemilu, mungkin pada bulan Mei 2019.

Memang pada RUPS tersebut, keputusan yang diambil tidak saja menyangkut pengesahan laba, tapi ada hal lain yang tampaknya akan lebih safe bila dilakukan setelah pemilu. 

Hal lain dimaksud adalah tentang penetapan pengurus bank-bank BUMN tersebut, baik untuk posisi Direksi sebagai eksekutif maupun Komisaris sebagai pengawas. 

Lalu juga tentang berapa persen dari laba masing-masing bank yang akan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham. Ini penting karena menjadi salah satu sumber penerimaan negara. 

Seperti diketahui, meskipun keempat bank di atas telah go public yang malahan sahamnya laris diborong investor asing, namun mayoritas saham, sekitar 60 persen di masing-masing bank, masih dikuasai pemerintah. Artinya bila bank-bank itu membagikan dividen, maka yang terbesar akan masuk ke kas pemerintah.

Tapi yang paling sensitif sehingga membuat RUPS ditunda sampai setelah pemilu adalah menyangkut penetapan pengurus. Masing-masing bank rata-rata punya 10 orang direktur dan 8 orang komisaris.

Selama ini direktur sumbernya mayoritas adalah orang dalam. Jadi kalau direktur sekarang sebagian perlu diganti, biasanya dicari dari pejabat di bank tersebut yang sekarang posisinya satu level di bawah direktur, untuk dipromosikan jadi direktur.

Sedangkan komisaris cukup beragam sumbernya. Ada mantan pejabat bank, mantan pejabat Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan, pejabat aktif di Kementerian Keuangan atau Kementerian BUMN, dan dari kalangan akademisi.

Baik untuk posisi direktur maupun komisaris, tentu ada syarat tak tertulis yang justru lebih penting, yakni punya hubungan yang baik dengan penguasa di pemerintahan. 

Tentu saja aspek kompetensi dianggap sudah kelar yang dapat ditelusuri dari rekam jejak para nominator di masa lalu. Masalahnya yang punya kompetensi itu relatif banyak, maka yang paling dipercaya oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, yang akan ditunjuk.

Bagaimana agar seseorang bisa dipercaya, tentu harus dikenal terlebih dahulu atau paling tidak di-endorse oleh mereka yang masuk ring 1 dalam struktur pemerintahan.

Sekiranya dalam pilpres mendatang, petahana kembali memperoleh dukungan dari mayoritas rakyat, maka mungkin tidak akan banyak pergantian pengurus bank-bank BUMN, kecuali periode jabatannya telah habis. 

Periode tersebut biasanya lima tahun, meskipun dapat ditunjuk untuk satu periode berikutnya. Namun dalam praktiknya, periode ini tidak mengikat, dalam arti seseorang yang belum bertugas lima tahun, juga bisa dihentikan atau dipindahkan ke BUMN lain.

Namun ada kemungkinan, meski petahana menang dalam pilpres, para meneteri akan berganti. Sekiranya pergantian itu juga terjadi di Kementerian BUMN, tentu perlu dilihat "selera" menteri yang baru nanti.

Sekadar berandai-andai, bila petahana kalah dalam pilpres, jelas akan membuat peta persaingan yang berebut jabatan direktur dan komisaris di sejumlah BUMN, termasuk BUMN perbankan, akan berubah. 

Nah, dipandang dari hal di atas, dapat dipahami kenapa memang sebaiknya RUPS bank-bank BUMN dilangsungkan setelah pilpres.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun