Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompas Tidak Netral, Pro Prabowo?

21 Maret 2019   20:58 Diperbarui: 21 Maret 2019   21:12 3679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di ruang tempat saya bekerja, ada tujuh meja yang ditempati oleh tujuh orang. Tapi hanya saya satu-satunya yang masih setia membaca koran di kantor saat jam istirahat. Korannya pun harus Kompas.

Namun hari ini sungguh saya lagi sial dan jadi bulan-bulanan dari 3 orang teman kantor. Pasalnya, mereka meminta saya tidak lagi membaca Kompas.

Dulu ketika saya ditanya teman-teman kenapa saya seperti cinta mati dengan Kompas, saya menjawab karena inilah media yang netral. Kritis tanpa terkesan menentang pemerintah, justru memberi solusi.

Hanya Kompas yang mengangkat masalah kesehatan, pendidikan dan kemiskinan  di Asmat, Papua, dengan liputan yang komprehensif. Ini sekadar menyebut satu contoh saja, sehingga akhirnya pemerintah pusat turun ke lapangan menindaklanjutinya.

Nah, sekarang teman-teman meminta saya "putus hubungan" dengan Kompas? No way. Apalagi alasannya menurut saya terlalu mengada-ada, bahwa sekarang Kompas tidak netral, pro Prabowo dan Gerindra.

Sebagai bukti, seorang teman memperlihatkan berita di media sosial tentang kedekatan Kompas dengan Prabowo. Beberapa proyek budaya yang diinisiasi kelompok Kompas disponsori oleh yayasan milik keluarga Hasyim Djojohadikusumo, saudara Prabowo.

Lalu katanya Pemred Kompas punya suami yang sekarang menjadi caleg dari Partai Gerindra. Saya gak tertarik membaca tulisan di medsos tersebut, yang kebenarannya perlu divalidasi dulu.

Semua itu gara-gara hasil survei pilpres yang menghasilkan pasangan Jokowi-Ma'ruf sedikit mengalami penurunan, meski masih unggul jauh dari Prabowo-Sandi.

Dalam pengantarnya, Kompas telah menyatakan bahwa survei tersebut dilakukan dengan mengikuti kaidah ilmu Statistik. Saya tidak ahli statistik, tapi saya percaya dengan reputasi Kompas.

Jokowi sendiri seperti yang saya tonton dari berita di televisi, menyatakan berterima kasih pada Kompas sehingga tim suksesnya harus bekerja lebih keras lagi. Sungguh suatu respon yang positif, yang sayangnya tidak dipahami sebagian pendukungnya yang ingin Jokowi unggul mutlak.

Saya belum mendapat berita bagaimana reaksi Prabowo. Justru kalau tim Prabowo merasa ge-er, menurut saya keliru, karena posisinya meski meningkat namun masih jauh di bawah petahana.

Saya teringat waktu pilgub DKI Jakarta, saya juga dibilang teman yang lain agar tidak membaca Kompas karena ia menilai Kompas pro Ahok. Alasannya berita seputar aksi damai di Monas oleh Kompas mendapat tempat yang relatif kecil.

Tapi saya tidak terpengaruh. Dari sejak generasi pendahulu Kompas, PK Ojong dan Jakob Utama, sampai sekarang, warna Kompas jelas warna yang netral. Kalaupun memihak, ya memihak hati nurani rakyat.

Jadi, harapan saya agar Kompas tetap dapat mempertahankan kenetralannya, meskipun atas apa yang diungkapkan Kompas, ada saja pihak yang meradang dan sulit menerima kenyataan.

Heboh-heboh adanya tudingan Kompas tidak netral dari sebagian pihak yang tak puas dengan hasil survei, justru memperkuat kesan bahwa Kompas itu memang media besar yang pantas disimak semua orang.

Seandainya media atau lembaga kecil yang melakukan survei, pihak yang tak puas tidak akan kebakaran jenggot atau menyangkal hasil survei.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun