Terlepas dari apapun hasil yang diperoleh Timnas U-22 pada laga final Piala AFF U-22 melawan tim kuat Thailand, Selasa malam (26/2/2019) di Phnom Penh, Kamboja, harus diakui pencapaian tim ini yang baru berkumpul sekitar 6-7 minggu, dengan menembus babak final, terbilang bagus.
Apalagi bila mengingat kita masih punya 3 pemain yang potensial yang tidak dilepas klubnya untuk bergabung, yakni Egy Maulana Vikri (Lechia Gdansk, Polandia), Ezra Walian (Almere City, Belanda) dan Saddil Ramdani (Pahang, Malaysia).
Tapi ada hikmah tersendiri dari tidak bergabungnya ketiga pemain yang berkarir di luar negeri tersebut. Indra Sjafri sebagai pelatih kepala jadi  tertantang untuk menggali dan mengasah pemain lain yang tak kalah berbakatnya.
Ada yang menarik, di timnas U-22 ini Indra seperti tidak lagi alergi dengan para pemain asal Papua, dan mungkin sudah menemukan cara yang pas untuk memadukannya dengan pemain lain.
Bila diingat kembali, Indra Sjafri baru dikenal luas dan mendadak jadi selebriti, bahkan ada beberapa buku tentang profilnya yang diterbitkan, adalah setelah kesuksesannya mengantarkan timnas U-19 menjuarai Piala AFF di kelompok usia tersebut tahun 2013 di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada saat itulah nama-nama seperti Evan Dimas, Hansamu Yama dan Hargianto melambung. Tapi coba amati, tak satupun pemain asal Papua ada di tim itu. Padahal banyak yang bilang, Papua adalah Brazil-nya Indonesia karena saking melimpahnya pemain berbakat alam.
Sebetulnya ada nama Yanto Basna yang berasal dari Papua di angkatan Evan Dimas dan kawan-kawan. Tapi setelah mengikuti pemusatan latihan, Yanto tersisih.
Tak heran petinggi sepak bola Papua sempat "protes" dan menduga Indra tidak melakukan blusukan secara cukup di Papua. Blusukan adalah salah satu kelebihan Indra sehingga ia bisa menemukan seorang Yabes Roni dari Pulau Alor, daerah yang relatif terpencil di Nusa Tenggara Timur.
Indra yang tidak sekadar melatih teknis bermain bola semata, tapi juga membangun sikap, termasuk sisi religiusitas pemain sesuai agama masing-masing, diduga memang kesulitan untuk "berjodoh" dengan anak-anak Papua.
Namun itu dulu. Belakangan, Indra mulai bisa klop dengan pemain Papua, sejak menangani timnas U-19 tahun 2018 lalu yang melahirkan bintang baru, Todd Rivaldo Fere. Tapi Tod sering dimainkan sebagai pemain pengganti, sehingga sedikit tenggelam ketimbang Egy, Saddil atau Witan Sulaiman.
Barulah di timnas U-22 terdapat 3 pemain asal Papua, Osvaldo Haay, Marinus Wanewar, dan Todd Rivaldo Fere. Awalnya hanya Osvaldo yang paling banyak diberi kepercayaan, buktinya selalu dimainkan sejak menit pertama di setiap laga.
Tapi harus diakui yang menjadi bintang justru Marinus, yang pada laga perdana lawan Myanmar tidak diturunkan, dan posisinya diberikan pada Dimas Drajad. Sejak laga kedua, Marinus tidak lagi duduk di bangku cadangan, dan sosoknya menjadi ancaman bagi tim lawan.
Ketajaman Marinus telah terbukti dengan 3 gol yang dilesakkannya pada saat melawan Malaysia dan Kamboja. Namun saat melawan Vietnam karena selalu ditempel ketat pemain lawan, Marinus tidak mencetak gol.
Tapi tetap saja official Vietnam berkomentar miring dengan menuduh Marinus memalsukan umur. Ketika bertanding lawan Kamboja, suporter tuan rumah juga melakukan hal yang tak terpuji dengan melontarkan umpatan bernada rasialis terhadap Marinus.
Untunglah di bawah gemblengan Indra Sjafri, Marinus yang dulu terkenal temperamental, mampu mengendalikan emosinya, meskipun saat merayakan gol keduanya di laga lawan Kamboja, sengaja dilakukannya di depan pemain cadangan Kamboja. Bisa jadi itu semacam protes kecil atas perilaku rasialis yang diterimanya.
Indra Sjafri sudah memprediksi bahwa Marinus Wanewar akan semakin berkilau di masa depan. Kita tunggu saja apakah Marinus akan turun di laga final dan mampu bersama rekan-rekannya membawa timnas U-22 memboyong trofi ke tanah air.
Mudah-mudahan Indra juga memberikan kesempatan Todd Rivaldo Fere untuk mempertunjukkan kelincahannya meliuk-liuk menghindari hadangan lawan.
Tanpa mengurangi respek pada pemain lain, keberadaan "Trio Papua" di timnas U-22 sungguh memberikan warna tersendiri yang menghibur dan memberi harapan.
Mari kita doakan agar Timnas U-22 meraih gelar juara, sebagai kado terindah di tengah kesibukan Satgas Antimafia Bola menuntaskan kasus pengaturan skor di kompetisi sepak bola kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H