Muhammadiyah dan organisasi Islam lainnya silakan pula memberi semangat pada warganya untuk melakukan hal serupa. Saling berlomba dalam kebaikan, bukankah memang begitu seharusnya?Â
Semua organisasi tentu ingin jadi yang terbesar. Tapi ketika faktanya di beberapa tempat, ada yang dikuasai oleh organisasi yang berbeda, saatnya melakukan evaluasi dan menyusun strategi baru.Â
Terjadilah dialektika, karena organisasi lain yang sedang menguasai suatu tempat tentu juga akan berusaha memelihara eksistensinya. Itulah buah dari berlomba-lomba di jalan kebaikan tersebut, sehingga jamaah bisa memilih pengurus yang terbaik dari sejumlah pilihan yang ada.
Kembali ke polemik pernyataan Said Aqil, bila misalkan Said Aqil tetap kukuh bertahan dengan pernyataannya, pihak lain yang berbeda pendapat tak perlu membawanya ke ranah hukum. Biarkan berakhir begitu saja.
Toh membangun persatuan jauh lebih penting, dan terkadang menuntut ruang kesabaran dan tenggang rasa yang lebih longgar. Dan ini tidak hanya berlaku buat sesama muslim, tapi juga dengan saudara-saudara yang berbeda agama.Â
Ibarat cekcok dalam keluarga, sebaiknya saat satu pihak terlihat agak meledak-ledak, pihak lain cukup mendengarkan saja, setelah itu selesai. Tapi bila saling berbantahan, justru akan merusak rasa kekeluargaan yang sudah terbangun, yang sulit untuk diperbaiki kembali.
Sengaja saya buat judul tulisan ini dengan kalimat tanya, sebetulnya bukan untuk dijawab, karena kahawatir melahirkan polemik yang tak berkesudahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H