Berita di seputar Ustad Arifin Ilham yang sedang dirawat di rumah sakit banyak mendapat perhatian publik. Bahkan Presiden Joko Widodo dan saingannya di pilpres mendatang, Prabowo Subianto, secara terpisah telah mengunjungi ustad yang terkenal dengan dakwah zikirnya ini, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Namun kabar terbaru, Kamis kemaren (10/1) Ustad Arifin Ilham diterbangkan dengan pesawat pribadi pinjaman dari seorang donatur ke Penang, Malaysia (tribunnews.com, 10/1). Kita doakan agar Ustad Arifin Ilham diberikan kesembuhan oleh Allah sehingga bisa kembali melanjutkan kegiatan dakwahnya.
Nah, tulisan berikut ini tidak lagi dikaitkan dengan Ustad Arifin Ilham, sama sekali tidak ingin mempertanyakan keputusan tentang dipilihnya Penang sebagai tempat perawatannya. Pasti hal itu telah melewati berbagai pertimbangan yang matang.
Namun dengan pemberitaan yang luas tentang hal tersebut, secara implisit tentu sah saja bila publik menfasirkan bahwa Penang lebih baik dalam menangani pasien ketimbang Jakarta. Atau secara umum, Malaysia lebih unggul dari negara kita.
Memang kalau bagi warga Sumatera Utara, khususnya yang berdiam di sekitar kota Medan, dan tentu juga yang punya uang cukup, berobat ke Penang merupakan hal biasa. Soalnya penerbangan Medan - Penang lebih dekat ketimbang Medan - Jakarta.
Demikian pula halnya warga sekitar kota Dumai, Riau yang berobat ke Malaka, Malaysia, Â karena ada kapal feri setiap hari pulang pergi Dumai - Malaka dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Â
Hal yang sama dilakukan oleh warga Batam, Bintan dan Karimun di Kepulauan Riau yang berobat ke Singapura atau Johor, Malaysia, dengan pertimbangan jaraknya yang relatif dekat dan ketersediaan sarana transportasi yang gampang.
Namun ternyata berobat ke Malaysia dan Singapura juga menjadi pilihan banyak warga yang mampu secara keuangan di Pulau Jawa, padahal di Jawa, khususnya Jakarta dan Surabaya, punya banyak sekali rumah sakit yang paling lengkap fasilitasnya di negara kita, katakanlah yang terbaik yang kita punya.Â
Berbeda dengan rumah sakit di Medan atau Riau yang belumlah selengkap Jawa, dan lazim apabila dokter di sana merujuk pasiennya agar dibawa ke Jakarta. RSCM merupakan rumah sakit rujukan nasional yang siap menampung penyakit yang tak tertangani di daerah lain.
Tapi ya karena itu tadi, apabila Jakarta lebih jauh jaraknya ketimbang luar negeri, tak ada salahnya berupaya berobat ke negeri jiran meskipun itu berarti pelarian devisa ke negara lain. Namun warga daerah lain yang lebih dekat ke Jakarta tapi tetap memilih berobat ke Malaysia, jelaslah pertimbangannya bukan lagi faktor jarak.
Padahal sejarahnya dulu dokter-dokter Malaysia banyak yang kuliah di berbagai fakultas kedokteran di negara kita, bahkan sampai sekarang masih berlanjut. Artinya faktor pengetahuan dokter pun harus kita kesampingkan, selain faktor jarak.
Maka berdasarkan cerita kerabat saya yang tinggal di Riau, pertimbangan banyak pasien memilih berobat ke negara tetangga terutama karena pelayanan dokternya yang gampang ditemui dan waktu konsultasi yang relatif lama ketimbang yang biasa dilakukan dokter dalam negeri.
Hal itu karena dokter di Malaysia dan Singapura tidak berpraktik di banyak tempat seperti dokter negara kita, sehingga kemampuan seorang dokter meluangkan waktu untuk menangani keluhan pasiennya terasa lebih longgar.Â
Faktor lain adalah kecepatan pelayanan, jarang sekali pasien yang ditelantarkan dulu sebelum mendapat penanganan secara medis. Kelengkapan fasilitas juga salah satu faktor meskipun beberapa rumah sakit besar dalam negeri juga sudah bisa mengimbangi.
Terakhir, faktor harga yang menurut cerita kerabat saya, beberapa rumah sakit di Malaysia relatif lebih murah ketimbang di rumah sakit swasta dalam negeri untuk jenis tindakan medis yang sama.Â
Pemberitaan tentang terbangnya Ustad Arifin Ilham ke Penang secara tak langsung menjadi promosi gratis bagi dunia kesehatan Malaysia. Hal ini harus dipandang secara positif, menjadi bahan introspeksi bagi pihak yang terkait dengan pegelolaan rumah sakit di Indonesia, bagaimana agar pelayanan kesehatan kita mampu menyamai Malaysia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H