Salut untuk Ernest Prakasa atau siapapun yang terlibat dalam penggodokan ide awal pembuatan film Milly & Mamet (selanjutnya ditulis MM). Kedua tokoh utama MM sebetulnya adalah figur pendamping yang tak lebih dari sekadar "tim horee" pada film Ada Apa dengan Cinta (AADC), baik AADC 1 maupun AADC 2.
Tak pelak lagi, suksesnya AADC pastilah karena kuatnya karakter Rangga yang diperankan Nicholas Saputra dan Cinta (Dian Sastro), baik versi anak SMA di seri yang pertama, maupun dalam usia dewasa yang sedang meniti karir pada seri kedua. Duo MM saat tampil di AADC terlihat untuk sekadar intermezo agar penonton bisa menarik nafas sejenak sambil tertawa melihat keluguan si duo M.Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari pun, orang-orang yang berada di sekeliling seorang bintang, kalau digali juga punya kisah yang menarik, tapi sayangnya jarang yang punya perhatian untuk itu. Karena mereka kurang ganteng, kurang cantik, kurang tajir, kurang pintar, dan banyak kurang kurang lainnya.Â
Padahal bukankah masing-masing manusia punya kelebihan di balik kekurangan. Sedangkan bagi mereka yang dipuja-puja dan menjadi pusat perhatian, pasti ada kekurangan di balik kelebihannya. Nobody perfect.Â
Makanya, di situlah kehebatan Ernest, mampu berpikir out of the box. Begitu MM di-spin off (dilepas) dari bingkai AADC, Â ternyata tak kalah seru dan mampu menyaingi Rangga & Cinta, meskipun bintang utamanya secara tampilan fisik biasa-biasa saja. Justru itu kelihatan lebih natural, seperti kita melihat diri sendiri atau teman-teman kita sendiri.
Penonton yang sudah punya bayangan tidak akan dapat apa-apa dari MM selain lucu-lucuan, justru keliru. Bahwa film MM bergaya komedi, memang tak bisa disangkal. Sosok Ernest dan beberapa temannya sesama komika yang main di MM sudah menjanjikan hal tersebut.
Tapi sungguh, kalau mau serius, ada banyak hal yang pantas diambil hikmah dari keseharian orang-orang biasa seperti yang diangkat MM, khususnya bagi penonton yang sekarang berada di tahap membangun karir sekaligus pada tahap awal membangun rumah tangga dengan anak yang masih balita.Â
Pertama, tentang pentingnya kemampuan mengatakan apa yang diinginkan, tidak semata-mata ingin menyenangkan semua orang. Itulah yang dilakukan Mamet (diperankan Dennis Adhiswara) yang menerima tugas dari mertuanya yang diperankan Roy Marten untuk mengelola pabrik konveksi sang mertua, tapi tetap dalam pengambilan keputusan menjadi kewenangan sang mertua yang galak.Â
Kedua, istri dari Mamet, Milly (diperankan Sissy Prescillia), tidak salah pilih untuk resign dari bank tempatnya bekerja demi mengasuh anaknya. Ini suatu tugas mulia, meski akhirnya Milly menyerah ingin kembali bekerja agar ada aktivitas.Â
Ketiga, betapa pentingnya bekerja sesuai passion. Mamet bak ketiban durian runtuh ketika diajak teman lamanya Alex (seorang cewek, diperankan Julie Estelle) untuk membuka restoran karena sudah tahu kehebatan Mamet dalam memasak. Terlihat sekali enjoy-nya Mamet saat bertugas meracik makanan. Â Â
Keempat, berbisnis saat sekarang mau tak mau harus terampil memanfaatkan media sosial. Bisnis makanan atau restoran yang di-review oleh seorang blogger atau vlogger yang sudah punya banyak sekali pengikut, bisa memperoleh kemajuan yang drastis. Tapi hati-hati juga bila ada berita negatif di media sosial, seperti ada lalar ijo yang masuk mangkok makanan, itu bisa fatal akibatnya. Intinya, fungsi public relation itu penting peranannya.
Kelima, perlu berhati-hati dalam menerima suntikan modal dari partner bisnis. Mamet mengakhiri kerjasamanya dengan Alex setelah tahu bahwa modal yang mereka pakai berasal dari seorang konglomerat yang melakukan money laundering atau pencucian uang.
Keenam, small is beautiful, akhirnya kisah MM ditutup dengan happy ending, pasangan ini berbisnis katering dari rumah mereka sendiri. Ini pilihan paling realistis untuk kondisi yang mereka hadapi.
Jelaslah bahwa catatan di atas semuanya berbau serius, tapi tidak membosankan penonton. Kecuali di awal film yang temponya agak lamban, setelah itu para penonton akan heboh tertawa spontan mendengar celutukan para komika yang banyak menjadi figuran film ini.
MM, membuktikan konsistensi Ernest di bidang perfilman. Ia yang juga main sekilas sebagai pegawai pabrik di MM, merupakan penulis skenario dan sutradara MM.Â
Kelihatannya, dengan membludaknya penonton pada pemutaran hari ke 6 (25/12) kemaren, MM akan mengikuti sukses komersial film-film Ernest terdahulu, Ngenest, Cek Toko Sebelah, dan Susah Sinyal. Semuanya film-film bertema biasa namun dikemas secara menarik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H