Egy Maulana Vikri, namanya sudah lama digadang-gadang sebagai bintang masa depan Indonesia. Sewaktu Egy bergabung dengan klub profesional terkemuka Polandia, Lechia Gdansk, harapan bahwa Egy akan langsung bersinar di Eropa langsung mencuat di mata para pencinta sepak bola Indonesia.
Tapi ternyata selama hampir 6 bulan bergabung dengan klub tersebut, Egy baru bermain di level remajanya. Baru pada hari Sabtu (22/12) yang lalu, Egy menjalani debut di tim utama, meskipun hanya sebagai pemain pengganti yang diturunkan dari menit ke 82.
Saat itu klub yang dibela Egy bertanding melawan Gornik Zabrze. Pelatih Piotr Stokowiec memberi kepercyaan pada Egy setelah Lechia unggul telak 4-0, kondisi yang relatif aman di sisa 10 menit terakhir.
Sudah lama sebetulnya momen itu ditunggu-tunggu, tidak saja oleh Egy sendiri, tapi juga oleh banyak penggemarnya yang setia mengikuti perkembangan Egy. Demikian pula Indra Sjafri, pelatih yang dulu menemukan Egy saat masih menjadi anak-anak berusia 12 tahun di Medan.
Boleh dikatakan Egy adalah anak kesayangan Indra. Tak heran dalam Piala Asia U-19 Oktober lalu, satu tempat di timnas U-19 telah disediakan Indra yang dipercayakan PSSI sebagai pelatih, meskipun Egy baru bergabung di pelatnas beberapa hari sebelum turnamen dimulai.
Bermain di tim utama Lechia diharapkan akan meningkatkan kepercayaan diri Egy, dan merupakan modal apabila nantinya Indra kembali memanggil untuk timnas U-22 yang akan berlaga di Piala Asia U-22 dan juga timnas U-23 untuk Sea Games 2019.
Memang dalam statistik pertandingan, debut Egy selama sekitar 8 menit hanya sempat sekali memberikan umpan bagi pemain lain dan tak satu kalipun melayangkan tendangan ke gawang lawan.
Namun bila pada laga-laga berikutnya, Egy mendapat menit bermain yang lebih lama, tentu akan lebih  terbuka peluang untuk mempertontonkan kebolehannya.
Tapi bagaimanapun juga publik tanah air harus realistis. Tidak bisa instan mengubah Egy menjadi Messi. Proses yang dijalaninya secara bertahap di Lechia merupakan hal yang harus dilalui dan harus tetap berjuang mengasah kemampuan mengolah si kulit bundar.
Seperti komentar pelatih Lechia seusai pertandingan di atas, ia sengaja menurunkan Egy karena memang saat ini Egy sudah layak berada di tim utama. Sang pelatih sudah lama memantau perkembangan Egy ketika memperkuat tim remaja Lechia.
Jadi, Egy sudah dianggap naik kelas, berbeda dengan banyak pemain kita yang pernah atau sedang merumput di Eropa.
Bila sekadar bermain di klub Eropa yang memperkuat tim C atau tim D-nya, sudah banyak pemain Indonesia yang merasakan, tapi kemudian entah kenapa, mungkin tidak betah atau kemampuannya tidak meningkat, akhirnya balik lagi ke Indonesia.
Kepada pihak media juga dihimbau untuk tidak terlalu gampang memuji Egy. Kita tidak ingin nasibnya sama dengan beberapa pemain bintang remaja sebelumnya.Â
Sebagai contoh lihatlah apa yang dialami Syamsir Alam, layu sebelum berkembang, namanya menghilang setelah memasuki usia matang di atas 20 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H