Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Boy Thohir Tukar Dolar Setara Rp 25 Triliun, Rupiah Malah Makin Lemah

5 Oktober 2018   11:02 Diperbarui: 5 Oktober 2018   11:26 1884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Boy Thohir (dok. cnbcindonesia.com)

Rabu kemaren (3/10) terbetik berita yang cukup fantastis dari kacamata kebanyakan orang Indonesia, yakni seorang pengusaha bernama Boy Thohir, mengonversi dollar Amerika Serikat yang dipunyainya dari transaksi bisnis sejumlah  US $ 1,7 miliar ke dalam mata uang rupiah, menjadi sekitar Rp 25 triliun.

Bagi yang belum tahu, nama sesungguhnya dari  pengusaha yang antara lain memiliki PT Adaro Energy Tbk, produsen dan eksportir batubara, tersebut adalah Garibaldi Thohir. Boy, adalah nama akrabnya. 

Tak salah lagi, Boy adalah saudara, tepatnya kakak kandung, dari Erick Thohir, pemilik PT Mahaka Media Tbk, dan sekaligus ketua tim sukses pasangan capres dan cawapres Jokowi - Ma'ruf Amin pada pilpres mendatang.

Boy dan Erick adalah putra dari Teddy Thohir, salah satu pemilik (co-owner) dari grup Astra Internasional bersama William Soeryadjaya. Jadi, darah bisnis memang sudah mengalir di tubuh Boy dan Erick sejak kecil.

Masalahnya adalah, aksi Boy yang pantas diacungi jempol untuk membela kehormatan rupiah tersebut, belum segera mendatangkan efek positif. Justru pada penutupan perdagangan Kamis (4/10) sore kemaren, nilai tular rupiah semakin merosot, menjadi Rp 15.179 untuk setiap 1 dollar Amerika Serikat. 

Padahal waktu Boy melakukan aksi konversi dollarnya, nilai tukar rupiah masih di kisaran Rp 15.075. Mudah-mudahan tidak seperti yang dikhawatirkan banyak orang yang mengatakan bila angka Rp 15.000 telah ditembus, maka akan sulit lagi turun, bahkan cenderung naik lagi, dalam arti rupiah semakin tertekan.

Tapi apakah tindakan Boy jadi sia-sia, atau ibarat kata pepatah: "bagai menggarami air laut"? Tentu tidak begitu. Memang, jumlah Rp 25 triliun bagi masyarakat banyak merupakan jumlah yang amat besar. 

Namun demikian, dibandingkan dengan volume perdagangan yang berkaitan dengan mata uang dollar Amerika Serikat dan rupiah, jumlah Rp 25 triliun belum cukup nendang.

Kalau gak nendang, bukan berarti harus menyerah. Justru, segenap potensi yang kita miliki harus dikerahkan. Kita harus semakin kompak, bersatu dengan menyiapkan amunisi yang jauh lebih banyak.

Kalau seorang Boy Thohir bisa mengonversi setara Rp 25 triliun, maka dengan menggandeng puluhan, kalau perlu bahkan sampai ratusan, pengusaha papan atas di negeri ini, yang melakukan tindakan yang sama, sangat mungkin nilai rupiah akan menguat, atau paling tidak, tidak makin merosot.

Sekaranglah saatnya jiwa nasionalisme para pengusaha bisa ditunjukkan. Bila ada yang justru menimbun dollar karena berharap nilainya akan semakin naik, ini namanya menangguk di air keruh.

Bagi para pejabat dan istri-istrinya pun juga saatnya untuk bertingkah laku yang "ramah" terhadap rupiah. Bila ada ibu-ibu yang ikut arisan dalam dollar, saatnya konversikan ke rupiah.

Bila banyak bapak-bapak pejabat yang main golf pakai taruhan menggunakan "si gondrong" (istilah lain untuk menyebut uang kertas dollar Amerika Serikat), saatnya taruhan pakai lembaran rupiah saja. Syukur-syukur tidak pakai taruhan sama sekali, karena kata uztad, taruhan itu judi, dan judi itu haram.

Bapak-bapak pengusaha atau pejabat juga lazim mengisikan beberapa lembar dollar ke dalam amplop waktu menghadiri resepsi pernikahan rekanannya. Soalnya menyelipkan dollar lebih praktis, lebih tipis, dan nilainya tinggi. 

Namun, dalam kondisi rupiah lagi terpuruk seperti sekarang, kelaziman seperti itu harus diganti. Jika memang telah diniatkan memberikan sejumlah uang untuk hadir di resepsi pernikahan, berikan saja dalam rupiah, meski amplopnya jadi lebih tebal.

Hanya saja, perlu diingat aturan KPK, kalau tidak salah pemberian di atas Rp 1 juta atau yang senilai dengan itu, si penerima bila merupakan seorang pejabat, wajib melaporkan ke KPK, karena bisa dianggap sebagai gratifikasi.

Kemudian, untuk mereka yang senang plesiran ke luar negeri, sekarang ini sebaiknya ganti haluan, dengan berkeliling banyak sekali obyek wisata dalam negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Percayalah, gak kalah indah kok dengan luar negeri.

Lalu apa lagi? O ya, saatnya kita semua lebih banyak membeli produk dari negeri sendiri. Tas buatan Tajur di Bogor atau Tanggulangin di Sidoarjo, mungkin tidak sebagus tas impor. Demikian pula sepatu dari Cibaduyut, Bandung, jelas kalah dari sepatu buatan Italia.

Tapi "atas nama cinta", marilah berhemat membeli barang impor dan tidak berpikir panjang untuk membeli barang buatan Indonesia. Jika semua itu sudah jadi gerakan nasional, mudah-mudahan efektif untuk memperbaiki nilai tukar rupiah.

Memang, kalau kita baca pendapat para ahli, masalah yang dihadapi Indonesia saat ini bersifat struktural, sehingga gerakan nasional seperti telah ditulis di atas, agaknya bukan resep yang paling ampuh untuk mengobati penyakit yang kita idap. Namun, kita butuh obat pereda rasa sakit agar suhu panas tubuh bisa turun, yang bisa kita galang bersama-sama, sesuai dengan kemampuan masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun