Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Asyiknya Naik Bandros Keliling Pusat Kota Bandung

13 Agustus 2018   16:49 Diperbarui: 13 Agustus 2018   17:10 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis (9/8) yang lalu, saya kedatangan tamu beberapa saudara dari Padang yang lagi berlibur di Jakarta. Karena saya ada keperluan ke Bandung, sekalian saya ajak mereka untuk melihat-lihat kota kembang yang dulu dijuluki Paris van Java itu. 

Begitu memarkir kendaraan di alun-alun Bandung, saya melihat ada bus wisata yang disebut Bandung Tour on Bus (Bandros) yang lagi mangkal. Saya telah beberapa kali berkeinginan menjajal Bandros, tapi selalu ada halangan.

Beruntung kali ini rombongan yang saya bawa mau diajak naik Bandros, bahkan mereka terlihat lebih antusias ketimbang saya. Memang tampilan Bandros cukup menarik. Ada kesan antik seperti tram atau bus sejenis di kota-kota besar di luar negeri. 

Bandros mempunyai banyak ruang terbuka sehingga penumpang tidak kepanasan. Di bagian yang ada jendela kacanya, dihiasi dengan berbagai motif ukiran, seperti jendela kaca di rumah-rumah era jadul. Interior lainnya termasuk plafon, kebanyakan bermotif seperti warna tekstur kayu, meski sepertinya bukan terbuat dari kayu.

Di dalam Bandros (dok pribadi)
Di dalam Bandros (dok pribadi)
Sayangnya saya tidak mendapatkan informasi jadwal perjalanan Bandros. Kesan saya, Bandros baru berangkat setelah penumpang cukup banyak, meskipun belum seluruh kapasitas terisi. Saya mencoba menghitung sendiri, kapasitas Bandros sekitar 20 orang.

Sebelum memulai perjalanan, seorang petugas berseragam, yang kemudian ternyata sekaligus sebagai pemandu, mendatangi semua penumpang untuk mencatat nama dan nomor hape-nya. Saya yang pada dasarnya enggan memberikan data pribadi, bertanya kepada sang petugas tentang maksud pendataan tersebut.

Rupanya hal itu adalah sebagai laporan ke atasannya bahwa Bandros memang berjalan tanpa penumpang fiktif, karena sewaktu-waktu bisa saja Dinas Perhubungan Kota Bandung sebagai pengelola, mengecek dari laporan tersebut dengan menelpon salah seorang penumpang secara acak.

Pemandu di Bandros (dok pribadi)
Pemandu di Bandros (dok pribadi)
Setiap habis mendata seorang penumpang, si petugas juga mengatakan bahwa Bandros tidak memasang tarif tertentu, tapi nanti saat selesai tur, masing-masing penumpang diminta memberikan uang seikhlasnya. 

Nah, ini termasuk hal yang menurut saya perlu dibenahi. Sebaiknya soal tarif ataupun tip ditulis secara transparan. Bila jumlah uang yang diberikan terserah penumpang, justru jadi tanda tanya, penumpang jadi saling melirik pemberian yang lain agar tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.

Lukisan kaki lima jalan Braga (dok pribadi)
Lukisan kaki lima jalan Braga (dok pribadi)
Untung saja Bandros yang kami tumpangi kebagian pemandu yang bagus, sehingga saya tidak merasa terpaksa memberikan sejumlah uang. Saya menilai bagus, karena sang pemandu bisa menghangatkan suasana. Ia bercerita tentang sejarah dari gedung atau jalan yang dilewati dan bisa pula melucu.

Ia tahu gedung mana yang masih asli sejak zaman kolonial Belanda, mana yang sudah berubah fungsi, dan mana yang telah dihancurkan untuk dibangun yang baru. Memang kawasan yang dilalui kaya dengan kisah sejarah.

Gedung bersejarah tempat KAA (dok pribadi)
Gedung bersejarah tempat KAA (dok pribadi)
Selama satu jam Bandros berkeliling di pusat kota Bandung, yakni dari alun-alun tempat terdapatnya taman kota yang luas beralaskan karpet hijau serta Masjid Raya Bandung, Gedung Balaikota Bandung dengan tamannya yang cantik, sampai ke Gedung Sate yang merupakan ikon Bandung sekaligus sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat. Setelah itu Bandros kembali ke alun-alun untuk mengakhiri rute perjalanannya. 

Memang dengan kondisi kota yang macet, hanya sedemikian rute yang dapat ditempuh untuk durasi satu jam, terbatas di kawasan pusat kota saja. Bila ingin berkeliling ke seluruh pelosok kota Bandung, bisa-bisa habis waktu seharian.

Jalan Asia Afrika (dok pribadi)
Jalan Asia Afrika (dok pribadi)
Namun sebetulnya, dengan rute yang dijelajahi, jalan-jalan utama dan gedung-gedung bersejarah di Bandung sudah dapat dinikmati dengan jelas. Mulai dari Jalan Braga yang penuh gedung-gedung peninggalan Belanda serta banyak lukisan dari pelukis jalanan yang dipajang di emperan toko, sampai berakhir menyusuri Jalan Asia Afrika yang juga dipenuhi bangunan besejarah.

Di Jalan Asia Afrika tersebut terdapat Gedung Merdeka tempat berlangsungnya Kongres Asia Afrika tahun 1955. Sampai sekarang gedungnya masih terawat dengan baik. Demikian pula gedung-gedung kuno lainnya, termasuk sebuah hotel besar yang masih mempertahankan keaslian bangunan dari zaman Belanda.

Menara masjid raya di kejauhan (dok pribadi)
Menara masjid raya di kejauhan (dok pribadi)
Pemandangan lain di sekitar alun-alun adalah sebuah jalan, pecahan jalan Asia Afrika,  yang  di pinggirnya ditutup dengan tembok panjang berhiaskan mural yang menarik. Ada pula patung Monumen Bola Dunia yang di bawahnya mencantumkan nama-nama negara yang diurut menurut abjad. Sedangkan di sekitar Gedung Sate terlihat taman di Lapangan Gasibu yang dihiasi dengan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. 

Tempat lainnya yang dilewati yang bisa saya ingat adalah Masjid Lautze yang dibangun oleh muslim keturunan Tionghoa Bandung yang bernuansa oriental dengan warna dominan merah, serta Gedung Indonesia Menggugat tempat dulu Soekarno disidang di era penjajahan dan menyampaikan pembelaannya yang berjudul "Indonesia Menggugat". 

Mural (dok pribadi)
Mural (dok pribadi)
Berikutnya saya juga melewati beberapa taman seperti Taman Sejarah Bandung yang berhiaskan foto walikota Bandung sejak era Belanda sampai sekarang, Taman Lalu Lintas yang disebut juga Taman Ade Irma Suryani yang penuh dengan simulasi aturan lalu lintas buat anak-anak dan remaja, dan Taman Maluku yang konon menyeramkan di malam hari karena ada cerita tentang Patung Pastor Verbraak yang ada di sana.

Ya, Bandung memang punya banyak taman kota yang menawan, terutama sejak dipimpin oleh Ridwan Kamil yang punya keahlian di bidang arsitektur. Tentu masih banyak taman lain yang tidak dilalui oleh Bandros yang saya tumpangi.

Hotel dengan arsitektur jadul (dok pribadi)
Hotel dengan arsitektur jadul (dok pribadi)
Sungguh sebuah pengalaman yang mengasyikkan bisa naik Bandros berkeliling pusat kota Bandung. Meskipun sebetulnya gedung atau tempat yang saya lewati dengan Bandros tersebut bukan asing bagi saya, karena relatif sering ke Bandung, namun menikmati dari bus terbuka ditambah penjelasan sejarahnya oleh pemandu, menjadi nilai tambah tersendiri. 

Sebagai tambahan informasi, menurut sang pemandu, Bandros saat ini tersedia sebanyak 18 unit. Tapi tidak semuanya berkeliling pusat kota seperti yang saya alami. Ada yang rutenya ke pusat perbelanjaan, dan ada pula yang punya trayek ke tempat-tempat tertentu yang jaraknya relatih jauh. 

Bola dunia dan nama-nama negara (dok pribadi)
Bola dunia dan nama-nama negara (dok pribadi)
Bandros yang berkeliling pusat kota, mempunyai tiga tempat mangkal, yakni di alun-alun, Taman Balai Kota, dan di Gedung Sate. Penumpang tidak bisa turun seenaknya, namun harus turun di tempat naik sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun