Rabu (27/6/2018) yang lalu, saya punya hari bebas karena merupakan hari libur nasional dengan tujuan untuk memudahkan para pemilih pada pilkada serentak. Padahal sebagai warga DKI Jakarta, pilkadanya sudah berlangsung di  tahun 2017. Maka hari itu saya manfaatkan untuk membawa saudara saya yang datang dari Riau untuk berwisata ke sekitar Jakarta, dalam hal ini ke kota Bogor.
Pamor Bogor memang semakin terangkat sejak Presiden Jokowi sering berpos di Istana Bogor. Bahkan hari ini, Jumat (29/6), Presiden menerima kunjungan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, di Bogor.Â
Perkembangan kota ini relatif pesat kalau dilihat dari menjamurnya sejumlah hotel, mal, apartemen, factory outlet, dan restoran atau kafe yang representatif. Obyek wisata yang bernuansa kekinian pun banyak bermunculan seperti Jungle Land, Jungle Water Adventure, Taman Wisata Matahari, dan yang paling hits sekaligus paling anyar adalah Devoyage, kampung wisata bernuansa Eropa.
Harga tiket adalah Rp 25.000 per orang di hari biasa dan Rp 35.000 di hari libur. Karena hari pencoblosan pilkada serentak dihitung sebagai hari libur, kami terkena tarif Rp 35.000 per orang. Tarif parkir kendaran roda empat lumayan murah yakni Rp 5.000 untuk dua jam pertama.
Sayangnya ya itu tadi, unsur komersialnya terlihat dominan. Terlalu minimalis dalam arti lahan yang sempit dipaksa dijejali dengan berbagai replika, sehingga kenyamanan pengunjung jadi berkurang. Gedung-gedung itu hampir semuanya kamuflase yang ada bagian depannya saja, lalu bagian belakangnya berfungsi sebagai tembok keliling taman wisata. Ya kalau di tempo doeloe mirip-mirip lukisan yang jadi background di studio foto.
Spot yang favorit untuk berfoto menjadi rebutan antar pengunjug, karena tidak ada pengaturan antrian. Di sini saling serobot saja. Kincir angin dan jembatan di sisi kirinya, salah satu tempat yang butuh kesabaran untuk dapat kesempatan mengambil foto.
Kalau yang berbayar, menurut saya yang terbaik ada di Musium Angkut, Batu, tak jauh dari Malang, Jawa Timur. Ada pula Little Venice di Puncak, dan di Bandung serta kawasan wisata Lembang juga punya beberapa spot bernuansa Eropa.Â
Tapi saya sungguh keliru. Saya masih membayangkan Kebun Raya seperti tiga puluh tahun lalu, saat saya masih muda dan baru bekerja di Jakarta, kuat berjalan kaki berkeliling kebun, meskipun yang dilihat hanya pohon-pohon besar dan beberapa bangunan kuno peninggalan Belanda. Seingat saya saat itu, kendaraan roda empat tidak boleh masuk.
Alhamdulillah, kebun raya yang dulu obyek wisata nomor satu di Bogor karena tidak ada saingannya, sekarang tetap top, karena melakukan inovasi. Sekarang kendaraan roda empat boleh masuk untuk dipakai berkeliling kebun dengan jalan yang mulus dan indah karena pembatas jalannya ditanami aneka bunga.
Beruntung saya sampai di gerbang Kebun Raya sebelum jam lima, saat gerbang masuk ditutup bagi pelancong. Tarif masuk Rp 15.000 per orang ditambah Rp 30.000 untuk mobil. Lalu saya terkaget-kaget karena bayangan saya tentang Kebun Raya yang dulu telah jauh berubah.
Ada kolam air mancur yang luas. Ada Tugu Rafflesia untuk memperingati dua abad Kebun Raya Bogor. Masih banyak spot lain yang cocok untuk tempat berfoto dengan leluasa dan nyaman. Pokoknya semua memanjakan mata.
Pantas saja Presiden Jokowi bangga membawa kepala negara asing berkunjung ke Kebun Raya Bogor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H