Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Drama Pembantaian Masal Sebelum Run Ditukar dengan Manhattan

15 Maret 2018   21:27 Diperbarui: 15 Maret 2018   21:54 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil dari cover buku (dok pribadi)

Bila kita membaca buku teks mata pelajaran Sejarah waktu sekolah dulu, mungkin terasa membosankan. Hal ini karena buku tersebut hanya berisi materi hafalan tentang daftar tahun terjadinya peristiwa bersejarah beserta para pemimpin atau pahlawan pada peristiwa itu.

Nah, sekarang ada banyak buku tentang sejarah yang ditulis seperti buku novel. Penuh kisah ekspresif dan "bernyawa". Salah satunya adalah buku yang baru selesai saya baca. Judulnya: "Pulau Run, Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan". 

Penulisnya adalah Giles Milton, yang mengkhususkan diri menulis dalam bidang sejarah. Versi Indonesianya diterbitkan oleh Pustaka Alvabet, Tangerang Selatan, cetakan pertama tahun 2015. 

Tak berlebihan kalau New York Times Book Review  berpendapat bahwa buku ini membuat pembaca merindukan masa sekitar tiga sampai lima abad yang lalu, saat dunia penuh petualangan tak terbatas, sekaligus betapa buruk dampak kerakusan terhadap surga yang luar biasa.

Surga? Ya, di mata orang Eropa saat itu, nusantara kita ini adalah surga, karena dari berbagai  pulaunya menghasilkan rempah-rempah yang amat berharga, melebihi emas. Salah satu dari pulau itu adalah Pulau Run, pulau kecil dan terpencil di Maluku.

Pulau yang ironisnya sekarang ini tidak dikenal oleh orang di luar Maluku, karena tidak tercantum dalam peta Indonesia sebab saking kecilnya, pada tahun 1667 disepakati untuk ditukar dengan Manhattan yang merupakan pulau kecil di ujung Sungai Hudson dan menjadi "jantung" kota New York saat ini.

Memang di abad ke 17 tersebut, Pulau Run menjadi pulau yang paling berharga dari kepulauan rempah-rempah lainnya. Hal ini  mendorong perebutan sengit dan berdarah-darah antara maskapai dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan sekelompok tentara Inggris yang dipimpin oleh Nathaniel Courthope.

Tapi jangan bayangkan Inggris yang menguasai Run dan Belanda yang menguasai Manhattan (saat itu dinamakan New Amsterdam) dengan gampang melakukan apa yang saat ini disebut tukar guling bila ada perusahaan atau lembaga yang saling bertukar aset.

Bagian pertukaran itu sendiri hanya mendapat porsi sedikit di buku tersebut di bagian-bagian akhir. Justru bagaimana kisah petualangan para pelaut pemberani dari Inggris dan Belanda mencapai dunia baru yang butuh pelayaran lebih dari satu tahun, tanpa dibantu navigasi yang terpetakan, membuat pembaca tak sabar menamatkannya.

Bahkan bagaimana kapal dibangun, mengumpulkan dana dari investor yang  nanti akan mendapat untung dari perdagangan  rempah-rempah, mencari para pelaut yang berani mati yang dilepas dengan meriah saat memulai pelayaran, juga dikisahkan dengan rinci.

Lalu di mana mereka diterjang badai yang menggila, terdampar, berburu binatang untuk di makan, berperang dengan penduduk lokal yang masih suka memenggal kepala orang lain, lengkap ditulis, sehingga terasa "hidup".

Belanda, dengan persenjataan yang lebih modern untuk ukuran masa itu, akhirnya menguasai hampir semua pulau-pulau di Maluku. Namun Pulau Run yang terpencil dan sulit dijangkau karena dikelilingi karang, jatuh ke tangan Inggris. 

Dengan pendekatan yang santun kepada pemimpin adat setempat, Inggris mendapat hak memonopoli pembelian rempah-rempah. Hal ini sangat berbeda dengan pendekatan Belanda yang menimbulkan kebencian dari masyarakat di pulau-pulau yang didudukinya.

Tapi suatu kali di tahun 1620, Courthope sebagai pemimpin Inggris di Run berlayar ke Banda Besar, pulau terdekat dari Run karena ingin membantu penduduk lokal yang memberontak pada Belanda. Seorang Belanda yang menjadi tahanan Inggris di Run membuat pesan tertulis yang membocorkan rencana perjalanan Courthope, sehingga Belanda bisa menghadang dan membunuh Courthope.

Setelah itu, Belanda dengan mudah menguasai Run. Orang Inggris di Run disiksa secara keji sebelum dibantai secara masal. Banyak pula yang dihukum gantung melalui persidangan sesat dengan tuduhan orang Inggris  mau memberontak. Jadi, Belanda yang sebelumnya menilai orang lokal tidak beradab karena punya budaya memenggal kepala musuh, justru diterapkan oleh Belanda kepada Inggris. 

Ketika berita pembantaian itu sampai ke Inggris, mereka tentu merasa terhina dan bertekad membuat perhitungan dengan Belanda. Tapi kekuatan Belanda di Nusantara terlalu kokoh untuk dilawan. Proses perundingan untuk minta kerugian juga tidak digubris oleh Belanda.

Barulah di tahun 1664, mengetahui jajahan Belanda di Manhattan yang ketika itu dinilai kurang strategis dan hanya dijaga sedikit tentara, akhirnya menjadi pelampiasan Inggris. Inggris dengan mudah melumpuhkan Belanda, dan New Amsterdam diganti namanya menjadi Manhattan, New York.

Kemudian pendudukan Inggris di Manhattan tersebutlah yang oleh Belanda diusulkan sebagai pengganti Run, agar Inggris tidak menuntut ganti rugi lagi. Tapi perlu waktu lama sampai Inggris sepakat dalam perundingan di Breda.

Itulah nukilan kisah pulau yang "tertukar", meski banyak yang bilang bahwa rezeki tidak akan tertukar. Yang jelas, saat ini nasib Run dan Manhattan betul-betul berbeda bagai bumi dan langit. Tapi paling tidak kita boleh memendam kebanggaan, bahwa dulu Run dihargai sama dengan Manhattan. 

Apakah mimpi bila nanti ada pulau di negara kita yang nilainya setinggi Run tiga abad yang lalu? Mungkinkan Pulau Bali atau Sumba dengan potensi wisatanya? Atau Batam dengan industrinya? Bermimpi toh tidak dilarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun